Hari ini adalah hari Rabu Tanggal 13 November 2013 atau (9 Muharram 1435
H). Dan besok adalah Kamis tanggal 10 Muharram 1435 H. Tanggal yang dianjurkan
untuk berpuasa sunnah. Hari ini Rabu, tanggal 9 Muharram adalah hari disunahkan puasa Tasu’a
(puasa tanggal 9 Muharram). Sedangkan hari Kamis, 10 Muharram, adalah hari
disunahkan puasa ‘Asyura (Hari tanggal/tanggal ke 10 Muharram).
Sejarah
puasa ‘Asyura
Hari ‘Asyura atau 10 Muharram adalah hari yang agung, pada hari tersebut
Allah menyelamatkan nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam dan Bani Israil dari
pengejaran Fir’aun dan bala tentaranya di Laut Merah. Untuk mensyukuri nikmat
yang agung tersebut, kaum Yahudi diperintahkan untuk melaksanakan shaum
‘Asyura.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ فَرَأَى اليَهُودَ
تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ
صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى الله بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ،
فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ،
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam tiba di Madinah,
maka beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa hari ‘Asyura. Beliau bertanya
kepada mereka: “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik. Pada
hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa
berpuasa pada hari ini.” Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam bersabda, “Saya
lebih layak dengan nabi Musa dibandingkan kalian.” Maka beliau berpuasa ‘Asyura
dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa ‘Asura.”(HR. Bukhari no. 2204 dan Muslim no. 1130).
Kaum musyrik Quraisy
sendiri juga telah melaksanakan shaum ‘Asyura pada zaman jahiliyah. Mereka
menganggap hari tersebut adalah hari yang agung sehingga mereka melakukan
penggantian kain Ka’bah (kiswah) pada hari tersebut. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam juga telah melakukan puasa ‘Asyura sejak sebelum diangkat
menjadi nabi sampai saat beliau berhijrah ke Madinah. Hal ini mengindikasikan,
wallahu a’lam, puasa ‘Asyura diwarisi oleh kaum Quraisy dari ajaran nabi
Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas salam.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: كَانُوا
يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ، وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ
فِيهِ الكَعْبَةُ، فَلَمَّا فَرَضَ الله رَمَضَانَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ،
وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ»
Dari Aisyah radiyallahu ‘anha berkata: “Mereka biasa melakukan
puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan.
Pada hari tersebut Ka’bah diberi kain penutup (kiswah). Ketika Allah mewajibkan
puasa Ramadhan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Baarangsiapa ingin berpuasa ‘Asyura, silahkan ia berpuasa. Dan barangsiapa
ingin tidak berpuasa ‘Asyura, silahkan ia tidak berpuasa.”(HR. Bukhari no. 1592)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا، قَالَتْ:
«كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ
رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ، فَلَمَّا
قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ
تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ»
Dari Aisyah radiyallahu ‘anha berkata: “Kaum musyrik Quraisy
mengerjakan puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) sejak zaman jahiliyah.
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengerjakan puasa
‘Asyura. Ketika beliau tiba di Madinah, maka beliau berpuasa ‘Asyura dan
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Kemudian ketika puasa Ramadhan
diwajibkan, beliau meninggalkan puasa hari ‘Asyura. Maka barangsiapa ingin, ia
boleh berpuasa ‘Asyura. Dan barangsiapa ingin, ia boleh tidak berpuasa.” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125, dengan lafal Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pada waktu di Madinah
mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shaum ‘Asyura.
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ رَضِيَ الله عَنْهُ،
قَالَ: أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ
أَسْلَمَ: ” أَنْ أَذِّنْ فِي النَّاسِ: أَنَّ مَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيَصُمْ
بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ أَكَلَ فَلْيَصُمْ، فَإِنَّ اليَوْمَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ “
Dari Salamah bin
Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan
seseorang dari suku Aslam: “Umumkanlah kepada masyarakat bahwa barangsiapa tadi
pagi telah makan, maka hendaklah ia berpuasa pada sisa harinya. Dan barangsiapa
belum makan tadi pagi, maka hendaklah ia berpuasa. Karena hari ini adalah hari
Asyura’.” (HR. Bukhari no. 2007 dan Muslim no. 1824).
عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ، قَالَتْ: أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ: «مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَليَصُمْ»، قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ
Dari Rubayyi’ binti
Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengirimkan
seorang pemberi pengumuman pada pagi hari ‘Asyura ke kampung-kampung Anshar,
untuk mengumumkan “Barangsiapa siapa tadi pagi telah makan, hendaklah ia
menyempurnakannya sampai akhir hari ini (berpuasa) dan barangsiapa telah
berpuasa sejak tadi pagi, maka hendaklah ia berpuasa.”
Sejak saat itu kami selalu
berpuasa ‘Asyura dan kami jadikan anak-anak kecil kami berpuasa ‘Asyura. Kami
membuatkan mainan boneka untuk mereka dari bulu domba. Jika salah seorang di
antara mereka menangis karena lapar, maka kami berikan kepadanya mainana itu,
begitulah sampai datangnya waktu berbuka.” (HR. Bukhari no. 1960 dan
Muslim no. 1136).
Dengan turunnya kewajiban puasa Ramadhan, maka status hukum puasa ‘Asyura
berubah dari wajib menjadi “sekedar” sunah.
Sejarah
puasa Tasu’a (Puasa Tanggal 9 Muharram)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ
يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ
صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى
تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abdullah bin
Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam melakukan
puasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura, maka para
sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh kaum
Yahudi dan Nasrani.” Maka beliau bersabda, “Jika begitu, pada tahun mendatang
kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan, insya Allah.” Ternyata tahun
berikutnya belum datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam telah
wafat.” (HR. Muslim no. 1134)
Keutamaan
puasa Tasu’a dan ‘Asyura
1.Wujud syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang
beriman dari kejahatan orang-orang kafir, yaitu selamatnya Nabi Musa dan Harun
‘alaihimas salam bersama Bani Israil dari kejahatan Fir’aun dan bala
tentaranya. Hadits yang menyebutkan hal ini telah disebutkan di atas.
2. Meneladani nabi Musa, Harun dan Muhammad ‘alaihimus shalatu was salam,
yang berpuasa pada hari ‘Asyura. Hadits yang menyebutkan hal ini telah
disebutkan di atas.
3. Meneladani para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang melakukan puasa
‘Asyura, bahkan melatih anak-anak mereka untuk melakukan puasa ‘Asyura. Hadits
yang menyebutkan hal ini telah disebutkan di atas.
4. Menghapuskan dosa-dosa kecil selama setahun sebelumnya, selama
kesyirikan dan dosa-dosa besar dijauhi.
Dari Abu Qatadah
Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ:
«يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ditanya tentang puasa
hari ‘Asyura, maka beliau bersabda: “Ia dapat menghapuskan dosa-dosa kecil
setahun yang lalu.”(HR. Muslim no. 1162)
Tingkatan
puasa Tasu’a dan ‘Asyura
Para ulama menjelaskan ada tiga tingkatan terkait puasa Tasu’a dan ‘Asyura:
1. Puasa satu hari saja yaitu pada hari ‘Asyura. Hadits-haditsnya telah
disebutkan di atas.
2. Puasa dua hari, yaitu hari Tasu’a dan hari ‘Asyura. Hadits-haditsnya
telah disebutkan di atas.
3. Puasa tiga hari,
yaitu sehari sebelum ‘Asyura (yaitu hari Tasu’a), hari ‘Asyura dan sehari
setelahnya (tanggal 11 Muharram). Pendapat disunahkan puasa sehari setelah
‘Asyura ini didasarkan kepada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas.
Hanya saja ia bukan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam,
melainkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan sanadnya lemah. Meski
demikian ia bisa dibolehkan berdasarkan keumuman hadits-hadits yang
menganjurkan puasa tiga hari setiap bulan. Misalnya hadits,
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ: ” صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلَاةِ الضُّحَى، وَلَا أَنَامُ إِلَّا عَلَى وِتْرٍ
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; “Kekasihkau
(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam)
berwasiat kepadaku dengan tiga hal; puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha
dan tidak tidur kecuali setelah melakukan shalat witir.” (HR. Abu Daud no. 1432, Ahmad no. 7512, Abu Ya’la no. 2619, Abdur
Razzaq no. 2849 dan Ibnu Khuzaimah no. 1222, hadits shahih)
Wallahu A’lam Bishshawab