Showing posts with label Gus Dur. Show all posts
Showing posts with label Gus Dur. Show all posts

21 June 2016

Tahukah Anda Kyai yang di Segani Gus Dur

Gus Dur Bersama Syaikh Muhammad Yasin bin Isa Al-Faddani
Gus Dur Bersama Abah Anom
Gus Dur Bersama Habib Lutfi Bin Yahya
Gus Dur dan Habib Mahdi bin Saggaf bin Syeh Abu Bakar bin Salim

Siapa sih yang tidak kenal dengan Al-marhum Gus Dur atau KH Abdurrahman Addakhil  nama kecilnya, Presiden yang paling di rindukan oleh rakyat Indonesia  setelah ir. Sukarno.  Bahwasanya “kebijakan pemerintah haruslah berjalan lurus dengan kesejahteraan rakyat” begitu kata Gus Dur. Seorang yang allamah (sangat alim) tokoh pluralisme pembela kelompok-kelompok minoritas. Membaca menceritakan kisah-kisah Gus Dur tiada habisnya. Di balik kebesaran nama Gus Dur ada beberapa tokoh yang oleh  Gus Dur sendiri sangat di segani dan hormati.

Konon, menurut Shohibul Hikayat, Kyai Hasyim pernah melarang santrinya bermakmum kepada salah satu putra beliau sebab putra beliau tersebut pernah pergi kerumah seorang kyai yang jauh dengan "kecepatan yang tidak normal". Mbah Kyai Hasyim lebih mengedepankan syariat sebagaimana halnya seperti yang dilakukan oleh Syaikh Abu Hasan Asyadzili.

Menurut Mbah Kyai Hasyim pondasi kehidupan sebelum menuju maqomnya yang lebih tinggi, artinya jika syariat belum mapan, jangan meniru orang-orang yang telah tinggi maqomnya. "kecepatan yang tidak normal" adalah diluar nalar syariat.

KH Muhammad Ya’kub Hasyim alias Gus Ya’kub yang terkenal dengan ke jadzabanya, beliau adalah salah satu ulama atau Kyai yang sangat di segani dan di hormati oleh Gus Dur, beliau adalah paman dari Gus Dur Sendiri  putra dari Hadratus Syaikh dengan Nyai  Masruroh binti Kyai Hasan Pagu Kediri

Gus Ya'qub adalah ahli hisab sejati  (perokok kelas berat) dalam sehari beliau mampu menghabiskan 7 bungkus rokok, yang bisa menghidupkan segala jenis kendaraan dengan kunci apa saja, terkadang  beliau tidur seharian sampai 10 jam sehari, beliau mampu membuat besi menjadi lembek, yang dawuhnya terkadang perlu juru tafsir untuk memahaminya.

Sekitar bulan juni 1995 beberapa  santri Tebuireng  bertemu dengan Gus Ya'qub di sekitar pasar Cukir beliau mengatakan "SAIKI IWAK-IWAK WIS PODO MATI SIJI-SIJI" (Sekarang ikan-ikan sudah mati satu persatu), para santri hanya saling memandang keheranan mereka  tidak mengerti dengan maksud tujuan dari perkataanya Gus Ya’kub tersebut.

Dan nyanyain beliau sekitar pada tahun 1996 yaitu :  "DARAH MENGALIR SAMPAI JAUH".. tidak berselang lama kemudian terjadi peristiwa pembunuhan para dukun santet yang sempat ramai menggemparkan di seluruh Jawa Timur, Waallhu a’lam . Sungguh dunia ini tiada artinya bagi beliau...Gus Ya'qub..

Gus Ya'qub yang tidak pusing dengan urusan dunia dan telah menemui kembali kekasihnya Allah azza wa jalla 1998. Menjelang kewafatanya  beliau di tebuireng dilanda hujan deras disertai angin kencang seakan menjadi pertanda !  bumi , hujan dan angin turut bersedih karena  berpisah dengn seseorang yang mencintai dan di Cintai Rabbul Izzati Allahu Rabbul alamin.  Allohummaghfirlahu warhamhu waafihi wa’fuanhu, Lahulfatihah...

Note : Sunting dan edit tanpa bermaksud mengurangi nilai subtansi dari hikmah kisah tersebut, tetapi agar pembaca lebih mudah memahami

By : https://istana99kupu.blogspot.co.id/

13 June 2016

Gus Dur Mewarisi Semangat Berjuang dari Bapak dan juga Kakeknya

NU Online, Soal kebangsaan, karakter KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mirip dengan sang kakek, Hadratusyekh Muhammad Hasyim Asy’ari. Gus Dur sungguh telah mewarisi karakter nasionalis dari pendiri Nahdlatul Ulama ini.

Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj pada acara haul keenam Gus Dur yang dihelat di gedung PBNU, Rabu (30/12) malam. “Ketika Mbah Hasyim tinggal di Mekkah dan berdoa di Multazam, beliau meminta kepada Allah agar diberi kemampuan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah,” ujar Kiai Said.

Menurut doktor jebolan Universitas Ummul Quro Mekkah ini, seorang wartawan  Mekkah, Dr Thoriq Shihab, pernah menulis bahwa Hadratussyekh Hasyim Asy’ari merupakan nasionalis sejati. Ketokohan Mbah Hasyim sangat diapresiasi ketika tinggal lama di Arab Saudi.

Bagi Kiai Said, Gus Dur mewarisi semangat berjuang dari kakeknya. Tidak mementingkan diri sendiri merupakan ciri khas seorang nasionalis sejati. “Maka tidak heran ketika Mbah Hasyim ditanya hukumnya membela Tanah Air, bukan Islam lho, beliau menjawab bahwa membela Tanah Air hukumnya fadlu ‘ain,” tutur kiai asal Cirebon ini.

Barangsiapa yang mati membela Tanah Air, ia mati syahid. Sebaliknya, yang membantu penjajah maka halal darahnya. “Ini fatwa penting Mbah Hasyim yang dijadikan rujukan Bung Karno, Bung Hatta, dan Panglima Besar Jenderal  Sudirman,” tandas Kiai Said.

Menurut Kiai Said, Gus Dur merupakan seorang yang visioner. Siapapun mesti bercermin kepada Gus Dur. Meski demikian, siapapun yang bercermin kepada Gus Dur terlihat kecil sekali.

“Jika seorang ulama bercermin kepada Gus Dur, kecil sekali keulamaannya. Seorang pemimpin jika bercermin kepada kepemimpinan Gus Dur, kecil. Seorang filsuf kalau bercermin kepada intelektualitas Gus Dur, kecil. Bahkan, seorang pendemo sekalipun kalau bercermin kepada semangat Gus Dur, kecil. Gus Dur berdemo dalam kondisi masih diinfus,” tandas Kiai Said. (Musthofa Asrori/Mahbib)
http://www.nu.or.id

Jika Seorang Ulama Bercermin Kepada Gus Dur Maka Kecil Sekali Keulamaannya

Gus Dur bersama Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih Malang

NU Online , Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj tidak bisa melupakan sejumlah momen kebersamaan antara dirinya dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kang Said menyaksikan banyak hal keteladanan yang bisa dipetik dari sosok Gus Dur.

Demikian disampaikan Kang Said saat menyampaikan pidato pada haul ke-6 Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di halaman gedung PBNU Jalan Kramat Raya Nomor 164 Jakarta, Rabu (30/12) malam.

Berbicara tentang kezuhudan Gus Dur, Kang Said mengakui sulit mencari bandingannya. “Saking zuhudnya, Gus Dur tidak punya dompet. Apalagi kartu kredit. Suatu ketika, setelah ngisi di acara Muslimat 1995, ia bertiga dengan saya dan Pak Bagja makan di kaki lima. Saya pikir ya minimal di warung Padang,” ujarnya disambut tawa dan tepuk tangan hadirin. 

Saat berangkat haji, Gus Dur juga tidak mau tinggal di hotel. “Ia lebih suka tinggal di rumah saya yang hanya dua kamar dengan tiga anak. Tapi ia senang sekali sampai malam ngobrol dengan saya,” ungkap Kang Said.

Bagi Kang Said, itu merupakan contoh akhlak Gus Dur. Betapa besar keulamaan cucu Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari ini. Jika seorang ulama bercermin kepada Gus Dur, kecil sekali keulamaannya. Seorang pemimpin jika bercermin kepada kepemimpinan Gus Dur pun kecil sekali.

“Seorang filsuf kalau bercermin kepada intelektualitas Gus Dur kecil. Bahkan, seorang pendemo sekalipun kalau bercermin kepada semangat Gus Dur kecil. Gus Dur berdemo dalam kondisi masih diinfus,” kata Kang Said.

Saking zuhudnya, ketika menjadi presiden Gus Dur tidak pernah membawa pulang batiknya yang ganti-ganti terus. “Begitu lengser, batik-batik itu dibuang dan dikasih ke orang. Tidak ada yang dibawa,” ujar Kang Said. 

Betapa malu, lanjut Kiai Said, seorang sufi mursyid kalau bercermin dengan qana’ah Gus Dur. Kecil sekali. Semuanya kecil di hadapan Gus Dur. “Kalau saya, paling dikritik. Kalau Gus Dur, bahkan diancam. Kalau saya, hanya urusan internal. Kalau Gus Dur itu luar dalam. Beliau dikritik dari internal sekaligus eksternal,” ungkapnya. (Musthofa Asrori/Alhafiz K)
http://www.nu.or.id/post/read/64683/kang-said-kenang-saat-bersama-gus-dur

17 November 2014

Gara-Gara Bendera Wiranto di Marahi Gus Dur

Merdeka.com – Tanggal 1 Desember selama ini diperingati sebagai hari ulang tahun kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Polisi dan TNI pun sibuk melakukan penyisiran di Papua untuk menangkap dan melarang warga yang akan mengibarkan bendera OPM.

Tahun ini pun polisi kembali melakukan pengamanan agar bendera kelompok separatis itu tidak berkibar di bumi Papua.

"Secara umum kondusif baik sebelum maupun setelah tanggal 1 Desember 2013," kata Kabag Ops Polres Mimika Komisaris Polisi Arnolis Korwa, Senin (2/12).

Namun hal ini berbeda ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Presiden. Gus Dur mempersilakan bendera bintang kejora dikibarkan di Papua pada peringatan 1 Desember. Apa alasannya?

Gus Dur menyebut bahwa bendera Bintang Kejora hanya sebuah umbul-umbul seperti yang ada ketika pertandingan sepak bola. Gus Dur pun meminta TNI tidak terlalu risau dengan pengibaran bendera tersebut.

Hal ini seperti yang disampaikan Mubarok saat menghadiri acara 1000 hari meninggalnya Gus Dur . Mubarok mendapatkan cerita ini dari mantan Menteri Kelautan Freedy Numberi yang menyaksikan sendiri bagaimana Gus Dur mendamprat Wiranto gara-gara bendera OPM tersebut.

Saat itu Wiranto masih menjabat Menko Polkam dan melapor ke Pak Presiden Gus Dur terkait pengibaran bendera OPM, Bintang Kejora.

"Bapak Presiden, kami laporkan di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora," ujar Mubarok menirukan Wiranto saat melapor.

Mendengar laporan tersebut, kemudian Gus Dur bertanya, "Apa masih ada bendera Merah Putihnya?" tanya Gus Dur .

"Ada hanya satu, tinggi," ujar Wiranto sigap.

Mendengar jawaban itu, Gus Dur kemudian menjawab, "Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul," ujar Gus Dur santai.

"Tapi Bapak Presiden, ini sangat berbahaya," sergah Wiranto .

Gus Dur pun marah dan segera mendamprat Wiranto , "Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang Kejora sebagai umbul-umbul! Sepakbola saja banyak benderanya!" ucap Gus Dur .

Dalam sebuah diskusi di Kantor PBNU pada Jumat (06/07/2007) Gus Dur yang sudah tidak lagi jadi presiden, kembali menyebut alasannya memperbolehkan bendera Bintang Kejora berkibar. Gus Dur menganggap bendera Bintang Kejora hanya bendera kultural warga Papua.

"Bintang kejora bendera kultural. Kalau kita anggap sebagai bendera politik, salah kita sendiri," kata Gus Dur kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (6/7).

Gus Dur, yang saat menjabat presiden mengabulkan permintaan masyarakat Irian Jaya (waktu itu) untuk menggunakan sebutan Papua, justru menuding polisi dan TNI tidak berpikir mendalam ketika melarang pengibaran bendera Bintang Kejora.

"Ketika polisi melarang, tidak dipikir mendalam, (tim) sepak bola saja punya bendera sendiri. Kita tak perlu ngotot sesuatu yang tak benar," katanya.

Menurut Franz Magnis Suseno , pemberian nama Papua pada Irian Jaya dan pemberian izin pengibaran bendera Bintang Kejora bukan tanda Gus Dur meremehkan terhadap Indonesia. Hal itu justru sebaliknya, Gus Dur mau membantu orang-orang Papua untuk bisa menghayati Ke-Indonesiaan dari dalam.

"Gus Dur percaya pada Orang Papua. Gus Dur tahu bahwa itulah cara untuk merebut hati suatu masyarakat yang puluhan tahun merasa tersinggung, tidak dihormati, dan bahkan dihina. Karena itu orang-orang Papua mencintai Gus Dur ," ujar Franz Magnis dalam kata pengantar buku karangan Muhammad AS Hikam, berjudul : “Gus Dur Ku, Gus Dur Anda dan Gus Dur Kita”.

21 September 2014

Keturunan Pangeran Benowo Maju Memimpin Indonesia


SAATNYA PANGERAN BENOWO TAMPIL KE GELANGGANG
Oleh : Emha Ainun Nadjib

Yayan Mulyana
Dalam wacana yang saya pakai, dan itu sudah saya kemukakan kepada Gus Dur sejak sebelum pemilu: Gus Dur menjadi presiden ini dalam rangka membayar dua macam utang. Utang yang pertama, mohon maaf, Gus Dur membayar utang sejarahnya Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus yang gagal me-menej konflik politik dan keagamaan antara Aryo Penangsang (Jipang) dengan Sultan Hadiwijaya (Pajang) yang diwakili oleh Sutawijaya.

Konflik itu sebenarnya berlangsung antara ISLAM dengan ABANGAN (sekularisme). Konflik mereka membawa akibat terbunuhnya Aryo Penangsang, dan terus berkepanjangan sehingga putranya Sultan Hadiwijaya, yaitu Pangeran Benowo, menyingkir (istilah NU-nya ''kembali kekhittah''), tidak berpolitik dan mendirikan pesantren. Maka, kekuasaan kemudian dari Pajang bergeser ke Mataram di mana putra angkatnya Hadiwijaya yaitu Sutawijaya alias Panembahan Senopati menjadi raja pertama.

Silakan Anda mempelajari khasanah mengenai budaya politik Mataram, policy-nya kepada Umat Islam kecuali periode Sultan Agung, yang kemudian dirusak lagi oleh cucunya jenis feodalismenya, dan lain-lain, sangat mirip Orde Baru. Maka, saya katakan kepada Gus Dur : jangan Sultan HB-X yang jadi presiden, karena beliau itu terusannya Mataram-Panembahan Senopati.

Sedangkan Gus Dur adalah keturunan ke-12 Pangeran Benowo, yang dulu “LARI” dari gelanggang politik, mirip seperti Gus Dur “kembali ke khittah” padahal Nusantara sedang amburadul. Kalau dulu yang terbunuh hanya Aryo Penangsang, selama Orde Baru dan Orde Habibie yang terbunuh sangat banyak, dari Tanjungpriok dulu sampai Ambon. Bahkan, konsep ''persaudaraan nasional'' model Mataram yang diterapkan Orba melalui pemahaman SARA juga memproduk terbunuhnya banyak golongan yang lain.

Memang sudah saatnya “Pengeran Benowo abad 20/21” tampil ke gelanggang, agar “hutang” Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus dalam membangun persaudaraan nasional bisa dibayar. Orang Jombang mengatakan ''yang bikin bingung Indonesia adalah orang Jombang, tapi yang mengatasi masalah juga orang Jombang.'' Pangeran Benowo dulu “LARI” ke daerah Banyumas, dan komunitasnya kemudian menyebar sampai kembali ke daerah asal-usulnya, yakni Mojopahit alias Jombang. Perguruan silat yang ada di Jombang asal-usulnya adalah Banjarnegara-Banyumas.

Tapi kalau itu Anda tanyakan kepada Gus Dur, ia akan nyengenges: ''Ah, itu karangannya Cak Nun saja ...'' seperti dulu waktu Gus Dur hendak menjemput Pak Harto ke Masjid Istiqlal untuk berikrar husnul khatimah pada tanggal 7 Maret 1999, Gus Dur menjawab dengan kalimat seperti itu. Guyonnya Gus Dur memang mengasyikkan. Kalau Anda mau, kapan-kapan saya ungkapkan humor Gus Dur yang luar biasa: soal cawat, kencing di wastafel, bantal hotel
mewah, dan lain-lain.

Kemudian utang kedua?

Bayar hutang yang kedua adalah bahwa dalam waktu yang lama Gus Dur dikenal sebagai tokoh Islam yang amat sering membikin bingung umat Islam. Bahkan kiai-kiai NU sendiri selalu bingung memahami Gus Dur. Terkadang bahkan ia dituduh terlalu belain umat lain daripada umatnya sendiri. Itu soal psiko-kultur dan psiko-politik. Sekarang Tuhan memberi peluang kepada Gus Dur untuk “menghibur” umat Islam, utamanya kaum Nahdhliyin. Karena toh suara voting kepresidenan Gus Dur berasal dari banyak orang yang dulu merasa dikecewakan olehnya.

Bagaimana prediksi Cak Nun setelah Gus Dur menjadi
presiden?

Rekayasa Tuhan selalu sangat indah. Caranya Tuhan membikin urutan adegan ketika pembacaan hasil voting kemarin sore saja sangat dramatis. Mega dibikin melesat jauh dulu sampai beda 40 suara, kemudian bersaing di tengahnya, baru kemudian Gus Dur melesat. Siapa yang menyusun tumpukan kertas itu?

Indonesia sedang sakit keras, dan Tuhan menentukan pemimpinnya adalah juga lelaki hampir tua yang sakit, susah melihat, dengan Ibu Negara yang juga duduk di kursi roda. Seluruh Indonesia menjadi mengerti dan terdorong untuk belajar rendah hati, belajar mengkonsentrasikan diri pada kekurangan-kekurangan diri dan bukan menomersatukan kekurangan orang lain.

Siapa pun sekarang tidak gampang menyikapi pemerintah. Gus Dur tidak bisa dikotak dalam suatu kategori, baik aliran politiknya, pemikiran budayanya, serta berbagai kecenderungannya. Kita gampang ngasih ''CAP'' kepada Soeharto atau Habibie, tapi apa “cap”-nya Gus Dur? Anda akan uring-uringan melihat bagaimana ia nanti menangani kasus KKN-nya Pak Harto, tapi Anda juga akan kaget menyaksikan bagaimana sepak terjangnya soal Gerakan Aceh Merdeka atau Republik Maluku Selatan.

Anda menyebut dia modernis, sehingga Anda bingung melihat Gus Dur rajin ziarah ke banyak makam ulama, bahkan terus kontak dengan Kiai Abdullah Faqih, Kiai Abdullah Salam, Kiai Dimyati, dan dua Kiai Semar. Anda akan dibikin kagum, tapi juga jengkel. Anda akan telanjur meremehkan dan memarahinya pada suatu hari, tapi kemudian Anda geleng-geleng kepala. Orang NU bilang Gus Dur itu waliyullah. Wali itu apa? Ialah orang yang keliru menentukan arah tendangan bola, tapi nanti tahu-tahu Tuhan memindahkan letak gawangnya, sehingga tendangan itu menghasilkan gol.

Apa itu maknanya? Gerakan reformasi dituntut untuk memperbaharui ilmunya, wacananya, sumber aspirasi dan inspirasinya. Tak hanya horizontal, tapi juga 'terpaksa' vertikal. Misalnya, bagaimana mungkin Anda ngomong 'Masyarakat Madani' sambil mengacuhkan Muhammad saw dan terutama konsep hijrahnya?

Kepemimpinan Gus Dur akan tidak hanya menjadi fenomena nasional, tapi juga internasional. Tidak hanya kenyataannya bahwa ia menjadi presiden, tapi juga pola-pola tingkah laku politiknya, model-model pemikirannya, langkah-langkahnya yang sering antiteori.

Dulu Gus Dur meramal: sebelum tahun 2000 Palestina akan merdeka, Iran akan menjadi moderat, tapi Indonesia akan menjadi negara Islam ekstrem. Sekarang Gus Dur telah berhasil satu langkah 'membatalkan' point ramalan yang ketiga. Kalau Mega naik sekarang, ramalan itu akan mewujud. Tapi Allah memperkenankan manusia untuk 'menawar takdir', karena manusia adalah khalifah-Nya, adalah mandataris-Nya.

Gus Dur juga merupakan presiden paling lucu dan penuh humor sedunia. Humornya bisa humor murni, bisa humor kesenian, bisa humor sebagai pola perilaku politik. Gus Dur juga merupakan presiden paling ''cuek'' sedunia, paling pengantuk sedunia, paling santai dan itu akan sangat menghibur, meskipun bisa juga menjengkelkan. Kita akan lihat bagaimana Gus Dur meladeni diplomasi internasional, rentenir IMF, keculasan Amerika Serikat, kepengecutan PBB. Mungkin Gus Dur akan sangat radikal, mungkin sangat arif.

Yang paling gampang dibayangkan adalah dia ditelepon Kofi Annan tapi tiba-tiba ia mengantuk dan teleponnya jatuh. Bisa karena benar-benar ngantuk, bisa dingantukkan oleh malaikat, bisa merupakan strategi diplomatik. Bisa Anda bayangkan juga kalau Gus Dur harus naik Jeep memeriksa barisan TNI. Saya menyarankan Gus Dur bilang saja sama Pangab: ''Wis apik! Apik! (Sudah bagus). Gagah-gagah semua! Ganteng-ganteng semua ...!'' Insya Allah Gus Dur akan melakukan segala sesuatu yang bisa mencairkan berbagai polarisasi politik, etnik, keagamaan dalam masyarakat. Gus Dur mestinya akan serius melebur dikotomi-dikotomi, pihak-pihak, perbedaan-perbedaan, dan mengajari bangsanya untuk lebih lembut hatinya dan luas jiwanya, syukur adil pikirannya.

Kita berdoa semoga Gus Dur mampu mempersaudarakan kembali bangsa Indonesia sebagaimana dulu Rasulullah Muhammad saw mempersaudarakan umat Islam, umat Nasrani, dan Yahudi, di Madinah.


Rasulullah sendiri pernah mengancam bagi siapa saja yang coba coba mengganggu orang-orang kafir dzimmi (orang kafir yang hidup berdampingan bersama orang Islam) itu artinya mereka juga mengganggu aku. Red

Gus Dur mengatakan kepada saya Senin sore itu bahwa ia membutuhkan pendamping yang memiliki sense of politics dan itu ditemukannya pada Akbar Tanjung. Megawati sangat disayanginya, dan tentu pada saatnya nanti Ibu kita ini juga kalau bisa menjadi presiden, sebagaimana tokoh kita yang lain Pak Amien Rais.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999

12 September 2014

Hubungan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki Degan Gus Dur

Sayyid Abbas Al Maliki : Merupakan Mufti dan Qadhi Makkah dan khatib di Masjidil Haram. Beliau memegang jawatan ini ketika pemerintahan Usmaniah serta Hashimiah, dan seterusnya terus memegang jabatan tersebut setelah Kerajaan Saudi diasaskan. Raja Abdul Aziz bin Sa'ud sangat menghormati beliau.
Riwayat Hidup beliau boleh dirujuk pada kitab Nur An-Nibras fi Asanid Al-Jadd As-Sayyid Abbas oleh cucunya As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Keluarga Maliki merupakan salah satu keluarga yang paling dihormati di Makkah dan telah melahirkan alim ulama besar di Makkah, yang telah mengajar di Makkah sejak lama. Lima orang dari keturunan Sayyid Muhammad, telah menjadi Imam Mazhab Maliki di Haram Makkah.
Keluarga Keturunan Sayyid merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung dengan Junjungan kita Muhammad Sallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri. Beliau merupakan waris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Makkah yang masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah Sallahu 'Alaihi Wasallam, melalui cucu Baginda, Imam Al-Hasan bin Ali, Radhiyallahu ‘Anhum. Keturunan beliau adalah :
1. Sayyid Alawi Bin Abbas Al-Maliki (anak)
2. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (cucu)
Sedangkan salah satu murid Sayyid Abbas Al Maliki yang di Indonesia adalah Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari (Pendiri NU dan PP Tebuireng) yang merupakan kakek dari KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur).
Kisah Nyata dari Pembenci Maulid
Suatu hari Asy Syaikh Abbas Al-Maliki berada di Baitul Muqaddas Palestina untuk menghadiri peringatan Maulid Nabi SAW. Di mana saat itu bershalawat dengan berjamaah. Saat itulah beliau melihat seorang pria tua beruban yang berdiri dengan khidmat mulai dari awal sampai acara selesai. Kemudian beliau bertanya kepadanya akan sikapnya itu.
Lelaki tua itu bercerita bahwa dulu ia tidak pernah mau mengakui acara Maulid Nabi dan ia memiliki keyakinan bahwa perbuatan itu adalah Bid’ah Sayyi’ah (bid’ah yang jelek). Suatu malam ia mimpi duduk di acara Maulid Nabi bersama sekelompok orang yang bersiap-siap menunggu kedatangan Nabi SAW ke mesjid, maka saat Rasulullah SAW tiba, sekelompok orang itu bangkit dengan berdiri untuk menyambut kehadiran Rasulullah SAW. Namun hanya ia saja seorang diri yang tidak mampu bangkit untuk berdiri. Lalu Rasullullah SAW berkata kepadanya: “Kamu tidak akan bisa bangkit!”
Saat ia bangun dari tidurnya ternyata ia dalam keadaan duduk dan tidak bisa berdiri. Hal ini ia alami selama 1 tahun. Kemudian ia pun bernadzar jika sembuh dari sakitnya ia akan menghadiri acara Maulid Nabi di mesjid dengan bershalawat. Kemudian Allah menyembuhkan nya. Ia pun selalu hadir untuk memenuhi nadzarnya dan bershalawat dalam acara Maulid Nabi SAW..
(Sumber: Kitab Al-Hady At-Tam fi Mawarid al-Maulid an-Nabawi, hal 50-51, karya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki)

====ooOoo====

Kebersamaan antara cucu dari Sayyid Abbas Al Maliki dengan cucu dari KHM. Hasyim Asy’ari

Keterangan foto: Kunjungan Gus Dur ke kediaman Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki

KH. Abdurrahman Wahid : Mungkin bagi sebagian orang menyangsikan ada hubungan akrab antara as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dengan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Padahal kalau kita mau menengok sejarah, kakeknya, as-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki adalah guru dari kakeknya Gus Dur, Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari sang pendiri NU. Jadi sangat wajar jika hubungan antara Abuya al-Maliki dengan Gus Dur terbilang mesra, sebagaimana hubungan kedua kakeknya dulu.

Suatu hari, Gus Dur yang waktu itu masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, berkunjung ke kediaman as-Sayyid Muhammad al-Maliki di Mekkah. Gus Dur ditemani oleh KH. Said Aqil Siroj dan Ghofar Rahman. Sebagai ulama terkemuka, as-Sayyid Muhammad al-Maliki selalu dikunjungi oleh tamu dari berbagai negara. 

Sewaktu Gus Dur datang ke kediamannya, di ruang tamu sudah banyak sekali orang yang mengantri. Begitu Gus Dur datang, ia langsung dipersilakan masuk. Bahkan diajak berbincang di kamar tidur pribadi as-Sayyid Muhammad, bukan di ruang tamu (ini merupakan suatu adat/kebiasaan yang biasanya di lakukan untuk menghormati seorang tamu yang di istimewakan). Oleh beliau Gus Dur dikasih uang, arloji mewah dan barang berharga lainnya sebagai tanda penghormatan.

Dalam pertemuan tersebut, Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj mengggambarkan:“Begitu hormatnya mereka berdua. Dan mereka bukan orang sembarangan.”

Tepat di malam Jum’at waktu sahur, as-Sayyid Muhammad al-Maliki menghembuskan nafas terakhirnya. Pada malamnya beliau tidak mengajar kitab-kitab, namun banyak menceritakan perihal surga dan menyatakan hasratnya untuk bertemu dengan ayahandanya, as-Sayyid Alawi al-Maliki.

Beliau wafat hari Jum’at tanggal 15 Ramadhan 1425 H, bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004 M. Jenazahnya lalu dimakamkan di pemakaman al-Ma’la di samping makam istri Rasulullah Saw, Sayyidah Khadijah al-Kubra Ra.

Berikut DOA ISMUL 'ADHOM
Oleh : Sayyid Muhammad Alwy Al-Maliki Al-Hasani
اَللَّهُمَّ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، يَاإِلَهَنَا وَإِلَهَ كُلِّ شَىْءٍ، إِلَهاً وَاحِداً، لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ، يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الْحَنَّانُ الْمَنَّانُ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ الَّذِي لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الأَحَدُ اَلصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًّا اَحَدٌ، وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَلَا وَلَداً، اَللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ يَامَنَّانُ يَابَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ، لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَاإِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يَاظَاهِرُ يَاقَيُّوْمُ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًّا اَحَدٌ،َللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ اللهُ الَّذِي لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ الْحَنَّانُ الْمَنَّانُ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَاذَاالْجَلَالِ وَاْلإِكْرَامِ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ، أَحْرَزْتُ نَفْسِي بِالْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوْتَ، وأَلْجَأْتُ ظَهْرِي لِلْحَىِّ الْقَيُّوْمِ، لَاإِلَهَ إِلَّاأَنْتَ نِعْمَ الْقاَدِرُ، لاَإِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى الله، إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌ بِالْعِباَدِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ۞

Sumber : Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki al-Hasani. Dalam Kitab Abwabul faraj : Jawami' al-Kalim, Cairo: 2000.

09 September 2014

Arti Dari Syiir Tanpo Weton Gus Dur

SYI'IRAN GUS DUR

أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا * أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَا
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا * وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا

ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ * يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ
عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ * يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran = aku memulai menembangkan syi’ir
Kelawan muji maring Pengeran = dengan memuji kepada Tuhan
Kang paring rohmat lan kenikmatan = yang memberi rahmat dan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan 2X = siang dan malam nya tanpa terhitung

Duh bolo konco priyo wanito = wahai para teman laki laki dan perempuan
Ojo mung ngaji syareat bloko = jangan hanya belajar syari’at saja
Gur pinter ndongeng nulis lan moco = hanya pandai bicara, menulis dan membaca
Tembe mburine bakal sengsoro 2X = esok hari bakal sengsara

Akeh kang apal Qur’an Haditse = banyak yang hapal Al Qur’an dan Haditsnya
Seneng ngafirke marang liyane = (senang mengkafirkan kepada orang lain
Kafire dewe dak digatekke = kafirnya sendiri tak dihiraukan
Yen isih kotor ati akale 2X = jika masih kotor hati dan akal nya

Gampang kabujuk nafsu angkoro = gampang terbujuk nafsu angkara
Ing pepaese gebyare ndunyo = dalam hiasan gemerlapnya dunia
Iri lan meri sugihe tonggo = iri dan dengki dengan kekayaan tetangga
Mulo atine peteng lan nisto 2X = maka hatinya gelap dan nista

Ayo sedulur jo nglaleake = ayo saudara jangan sampai melupakan
Wajibe ngaji sak pranatane = kewajiban mengaji serta aturannya
Nggo ngandelake iman tauhide = untuk mempertebal iman tauhid nya
Baguse sangu mulyo matine 2X = bagusnya bekal mulia matinya

Kang aran sholeh bagus atine = Yang disebut sholeh adalah bagus hatinya
Kerono mapan seri ngelmune = karena mapan lengkap ilmunya
Laku thoriqot lan ma’rifate = menjalankan tarekat dan ma’rifatnya
Ugo haqiqot manjing rasane 2 X = juga hakikat meresap rasanya

Al Qur’an qodim wahyu minulyo = Al Qur’an qodim wahyu mulia
Tanpo tinulis biso diwoco = tanpa ditulis bisa dibaca
Iku wejangan guru waskito = itulah petuah guru mumpuni
Den tancepake ing jero dodo 2X = ditancapkan di dalam dada

Kumantil ati lan pikiran = menempel di hati dan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan = merasuk dalam badan dan seluruh hati
Mu’jizat Rosul dadi pedoman = mukjizat Rosul (Al-Qur’an) jadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman 2 X = sebagai sarana jalan masuknya iman

Kelawan Alloh Kang Moho Suci = Kepada Allah Yang Maha Suci
Kudu rangkulan rino lan wengi = harus mendekatkan diri siang dan malam
Di tirakati diriyadohi = diusahakan dengan sungguh-sungguh secara ihlas
Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X = dzikir (mengingat Allah) dan suluk jangan sampai lupa)

Uripe ayem rumongso aman = hidupnya tentram merasa aman
Dununge roso tondo yen iman = mantabnya rasa tandanya beriman
Sabar narimo najan pas-pasan = sabar menerima meski hidupnya pas-pasan
Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X = semua itu adalah takdir dari Tuhan

Kelawan konco dulur lan tonggo = terhadap teman, saudara dan tetangga
Kang podho rukun ojo dursilo = yang rukunlah jangan bertengkar
Iku sunahe Rosul kang mulyo = itu sunnahnya Rosul yang mulia
Nabi Muhammad panutan kito 2x = Nabi Muhammad tauladan kita

Ayo nglakoni sakabehane = ayo jalani semuanya
Allah kang bakal ngangkat drajate = Allah yang akan mengangkat derajatnya
Senajan asor toto dhohire = Walaupun rendah tampilan dhohir nya
Ananging mulyo maqom drajate 2X = namun mulia maqam derajat nya di sisi Allah

Lamun Palastro ing pungkasane = ketika ajal telah datang di akhir hayatnya
Ora kesasar roh lan sukmane = tidak tersesat roh dan sukma nya
Den gadang Alloh swargo manggone = dirindukan Allah surga tempatnya
Utuh mayite ugo Ulese 2X = utuh jasadnya juga kain kafannya

ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ * يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ

عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ * يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ


27 August 2014

Gus Dur Dan Keutuhan Indonesia

Di akhir tahun 1998 Gus Dur rawuh (datang) di Wonoi sebutan untuk kota Wonosobo. Saat itu sedang ramainya era reformasi, beberapa bulan setelah Pak Harto jatuh. Dan ini terjadi beberapa bulan sebelum Gus Dur menjadi orang nomer satu di Negeri ini. Beliau masih menjabat sebagai Ketua umum PBNU.

Bertempat di Gedung PCNU Wonosobo, Gus Dur mengadakan pertemuan dengan pengurus NU dari Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Temanggung dan Magelang. Tentu saja semua kiai ingin tahu pendapat Gus Dur tentang situasi politik terbaru. Penulis hadir di situ walaupun bukan kiai, dan duduk persis di depan Gus Dur. Penulislah yang menuntun Gus Dur menaiki Lantai 2 di kantor PCNU Wonosobo.

“Pripun Gus situasi politik terbaru?”tanya seorang kiai.
“Orde Baru tumbang, tapi Negeri ini sakit keras.Gus Dur.
“Kok bisa Gus?” “Ya bisa, wong yang menumbangkan Orde Baru pakainya emosi dan ambisi tanpa perencanaan yang jelas. Setelah tumbang mereka bingung mau apa, sehingga arah reformasi gak genah. Bahkan Negeri ini di ambang kehancuran, di ambang perang saudara. Arah politik Negeri ini sedang menggiring Negeri ini ke pinggir jurang kehancuran dan separatisme. Lihat saja, baru berapa bulan Orde Reformasi berjalan, kita sudah kehilangan propinsi ke-27 kita, yaitu Timor Timur.” jawab Gus Dur.

Kita semua akan merasa kasihan dengan sikap Gus Dur yang datar dan seperti capek sekali dan seperti aras-arasen bicara. Tapi kalau sudah mulai, luar biasa memikat dan ruangan jadi sepi kayak kuburan, tak ada bunyi apapun selain pangendikan (ceramah) dari Gus Dur.

Seorang kiai penasaran dengan calon presiden devinitif pengganti Pak Habibi yang hanya menjabat sementara sampai sidang MPR. 

Seorang kiayai bertanya lagi“Gus, terus siapa yang paling pas jadi Presiden nanti Gus?”
“Ya saya, hehehe…” Gus Dur datar.

Semua orang kaget dan menyangka Gus Dur guyon seperti biasanya yang memang suka guyon“Yang bisa jadi presiden di masa seperti ini ya hanya saya kalau Indonesia gak pingin hancur. Dan saya sudah dikabari kalau-kalau saya mau jadi presidan walau sebentar hehehe...Gus Dur dengan mantab.
“Siapa yang ngabari dan yang nyuruh Gus?”tanya seorang kiai.
“Gak usah tahu. Orang NU tugasnya yakin saja bahwa nanti presidennya pasti dari NU,”Gus Dur masih datar seperti guyon.

Orang yang hadir di ruangan itu bingung antara yakin dan tidak yakin mengingat kondisi fisik Gus Dur yang demikian. Ditambah lagi masih ada stok orang yang secara fisik lebih sehat dan berambisi jadi presiden, yaitu Amin Rais dan Megawati. Tapi tidak ada yang berani mengejar pertanyaan tentang presiden RI.

Kemudian Gus Dur menyambung:“Indonesia dalam masa menuju kehancuran. Separatisme sangat membahayakan. Bukan separatismenya yang membahayakan, tapi yang memback up di belakangnya. Negara-negara Barat ingin Indonesia hancur menjadi Indonesia Serikat, maka mereka melatih para pemberontak, membiayai untuk kemudian meminta merdeka seperti Timor Timur yang dimotori Australia.”.

Sejenak sang Kiai tertegun. Dan sambil membenarkan letak kacamatanya ia melanjutkan:“Tidak ada orang kita yang sadar bahaya ini. Mereka hanya pada ingin menguasai Negeri ini saja tanpa perduli apakah Negeri ini cerai-berai atau tidak. Maka saya harus jadi presiden, agar bisa memutus mata rantai konspirasi pecah-belah Indonesia. Saya tahu betul mata rantai konspirasi itu. RMS dibantu berapa Negara, Irian Barat siapa yang back up, GAM siapa yang ngojok-ojoki, dan saya dengar beberapa propinsi sudah siap mengajukan memorandum. Ini sangat berbahaya.”.

Kemudiaan ia menarik nafas panjang dan melanjutkan:“Saya mau jadi presiden. Tetapi peran saya bukan sebagai pemadam api. Saya akan jadi pencegah kebakaran dan bukan pemadam kebakaran. Kalau saya jadi pemadam setelah api membakar Negeri ini, maka pasti sudah banyak korban. Akan makin sulit. Tapi kalau jadi pencegah kebakaran, hampir pasti gak akan ada orang yang menghargainya. Maka, mungkin kalaupun jadi presiden saya gak akan lama, karena mereka akan salah memahami langakah saya.”

Seakan mengerti raut wajah bingung para kiai yang menyimak, Gus Dur pun kembali selorohkan pemikirannya.“Jelasnya begini, tak kasih gambaran,”Gus Dur menegaskan setelah melihat semua hadirin tidak mudeng dan agak bingung dengan tamsil Gus Dur.

“Begini, suara langit mengatakan bahwa sebuah rumah akan terbakar. Ada dua pilihan, kalau mau jadi pahlawan maka biarkan rumah ini terbakar dulu lalu datang membawa pemadam. Maka semua orang akan menganggap kita pahlawan. Tapi sayang sudah terlanjur gosong dan mungkin banyak yang mati, juga rumahnya sudah jadi jelek. Kita jadi pahlawan pemyelamat yang dielu-elukan.”

Kemudian selanjutnya:“Kedua, preventif. Suara langit sama, rumah itu mau terbakar. Penyebabnya tentu saja api. Ndilalah jam sekian akan ada orang naruh jerigen bensin di sebuah tempat. Ndilalah angin membawa sampah dan ranggas ke tempat itu. Ndilallah pada jam tertentu akan ada orang lewat situ. Ndilalah dia rokoknya habis pas dekat rumah itu. Ndilalalah dia tangan kanannya yang lega. Terus membuang puntung rokok ke arah kanan dimana ada tumpukan sampah kering.”

Lalu ia sedikit memajukan duduknya, sambil menukas:“Lalu ceritanya kalau dirangkai jadi begini; ada orang lewat dekat rumah, lalu membuang puntung rokok, puntung rokok kena angin sehingga menyalakan sampah kering, api di sampah kering membesar lalu menyambar jerigen bensin yang baru tadi ditaruh di situ dan terbakarlah rumah itu.”

“Suara langit ini hampir bisa dibilang pasti, tapi semua ada sebab-musabab. Kalau sebab di cegah maka musabab tidak akan terjadi. Kalau seseorang melihat rumah terbakar lalu ambil ember dan air lalu disiram sehingga tidak meluas maka dia akan jadi pahlawan. Tapi kalau seorang yang waskito, yang tahu akan sebab-musabab, dia akan menghadang orang yang mau menaruh jerigen bensin, atau menghadang orang yang merokok agar tidak lewat situ, atau gak buang puntung rokok di situ sehingga sababun kebakaran tidak terjadi.” Sejenak semua jamaah mangguk-mangguk. 

Kemudian Gus Dur melanjutkan:“Tapi nanti yang terjadi adalah, orang yang membawa jerigen akan marah ketika kita cegah dia naruh jerigen bensin di situ:“Apa urusan kamu, ini rumahku, bebas dong aku naruh di mana?”Pasti itu yang akan dikatakan orang itu.”

“Lalu misal ia memilih menghadang orang yang mau buang puntung rokok agar gak usah lewat situ, Kita bilang:“Mas, tolong jangan lewat sini dan jangan merokok. Karena nanti Panjenengan akan menjadi penyebab kebakaran rumah itu.”Apa kata dia: "Dasar orang gila, apa hubungannya aku merokok dengan rumah terbakar? Lagian mana rumah terbakar?! Ada-ada saja orang gila ini. Minggir! saya mau lewat."

Kini makin jelas arah pembicaraannya dan semua yang hadir makin khusyuk menyimak.“Nah, ini peran yang harus diambil NU saat ini. Suara langit sudah jelas, Negeri ini atau rumah ini akan terbakar dan harus dicegah penyebabnya. Tapi resikonya kita tidak akan popular, tapi rumah itu selamat. Tak ada selain NU yang berpikir ke sana. Mereka lebih memilih:“Biar saja rumah terbakar asal aku jadi penguasanya, biar rumah besar itu tinggal sedikit asal nanti aku jadi pahlawan maka masyarakat akan memilihku jadi presiden.”

“Poro Kiai ingkang kinormatan.”kata Gus Dur kemudian.“Kita yang akan jadi presiden, itu kata suara langit. Kita gak usah mikir bagaimana caranya. Percaya saja, titik. Dan tugas kita adalah mencegah orang buang puntung rokok dan mencegah orang yang kan menaruh bensin. Padahal itu banyak sekali dan ada di banyak negara. Dan pekerjaan itu secara dzahir sangat tidak popular, seperti ndingini kerso. Tapi harus kita ambil. Waktu yang singkat dalam masa itu nanti, kita gak akan ngurusi dalam Negeri.”

“Kita harus memutus mata rantai pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka di Swiss, kita harus temui Hasan Tiro. Tak cukup Hasan Tiro, presiden dan pimpinan-pimpinan negara yang simpati padanya harus didekati. Butuh waktu lama,”Gus Dur.

“Belum lagi separatis RMS (Republik Maluku Sarani) yang bermarkas di Belanda, harus ada loby ke negara itu agar tak mendukung RMS. Juga negara lain yang punya kepentingan di Maluku,” 

kata Gus Dur kemudian. “Juga separatis Irian Barat Papua Merdeka, yang saya tahu binaan Amerika. Saya tahu anggota senat yang jadi penyokong Papua Merdeka, mereka membiayai gerakan separatis itu. Asal tahu saja, yang menyerang warga Amerika dan Australia di sana adalah desain mereka sendiri.”

Kemudian Gus Dur menarik nafas berat, sebelum melanjutkan perkataan berikutnya.“Ini yang paling sulit, karena pusatnya di Israel. Maka, selain Amerika saya harus masuk Israel juga. Padahal waktu saya sangat singkat. Jadi mohon para kiai dan santri banyak istighatsah nanti agar tugas kita ini bisa tercapai. Jangan tangisi apapun yang terjadi nanti, karena kita memilih jadi pencegah yang tidak populer. Yang dalam Negeri akan diantemi sana-sini.”.

“(Itulah sebabnya kenapa Gus Dur mau membuka jalur diplomasi dengan Negara Israil. Coba liat saja sekarang 2014 apa yang telah dilakukan bangsa Israil terhadap orang – orang Palestina, mereka telah melakukan kekejian dan kebiadaban. Apakah kita bisa menyelesaikan masalah hanya dengan berdemo atau mengutuk mereka saja. Kita adalah penduduk muslim terbesar dunia, kita harus melakukan tindakan nyata yaitu dengan melakukan diplomasi. Dan itulah yang dilakukan Gus Dur. Red)”.

Sekonyong beliau berdiri, lalu menegaskan perkataan terakhirnya:“NKRI bagi NU adalah Harga Mati! dan Saya harus pamit karena saya ditunggu pertemuan dengan para pendeta di Jakarta, untuk membicarakan masa depan negara ini. Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...”tutup Gus Dur.

Tanpa memperpanjang dialog, Gus Dur langsung pamit. Kita bubar dengan benak yang campur-aduk, antara percaya dan tidak percaya dengan visi Gus Dur. Antara realitas dan idealitas, bahwa Gus Dur dengan sangat tegas di hadapan banyak kiai bahwa dialah yang akan jadi presiden. Terngiang-ngiang di telinga kami dengan seribu tanda tanya.

Menghitung peta politik, rasanya gak mungkin. Yang terkuat saat itu adalah PDIP yang punya calon mencorong Megawati putri presiden pertama RI yang menemukan momentnya. Kedua, masih ada Partai Golkar yang juga Akbar Tanjung siap jadi presiden. Di kelompok Islam modern ada Amien Rais yang juga layak jadi presiden, dan dia dianggap sebagian orang sebagai pelopor Reformasi.

Maka kami hanya berpikir bahwa, rasional gak rasional, percoyo gak percoyo ya percoyo aja apa yang disampaikan Gus Dur tadi. Juga tentang tamsil rumah tebakar tadi. Sebagian besar hadirin agak bingung walau mantuk-mantuk karena gak melihat korelasinya NU dengan jaringan luar negeri.

Sekitar 3 bulan kemudian, Subhanallah… safari ke luar ternyata Gus Dur benar-benar jadi Presiden. Dan Gus Dur juga benar-benar bersafari ke luar negeri seakan maniak plesiran. Semua negara yang disebutkan di PCNU Wonosobo itu benar-benar dikunjungi. Dan reaksi dalam negeri juga persis dugaan Gus Dur saat itu bahwa Gus Dur dianggap foya-foya, menghamburkan duit negara untuk plesiran. Yang dalam jangka waktu beberapa bulan sampai 170 kali lawatan. Luar biasa dengan fisik yang (maaf) begitu, demi untuk sebuah keutuhan NKRI.

Pernah suatu ketika Gus Dur lawatan ke Paris (kalau kami tahu maksudnya kenapa ke Paris). Dalam negeri, para pengamat politik dan politikus mengatakan kalau Gus Dur memakai aji mumpung. Mumpung jadi presiden pelesiran menikmati tempat-tempat indah dunia dengan fasilitas negara.

Apa jawab Gus Dur:“Biar saja, wong namanya wong ora mudeng atau ora seneng. Bagaimana bisa dibilang plesiran wong di Paris dan di Jakarta sama saja, gelap gak lihat apa-apa, koq dibilang plesiran. Biar saja, gitu aja koq repot!”

Masih sangat teringat bahwa pengamat politik yang paling miring mengomentrai lawatan Gus Dur sampai masa Gus Dur lengser adalah Alfian Andi Malarangeng, mantan Menpora yang tersandung kasus korupsi hambalang dan sekarang sudah  istarahat di balik jeruji besi penjara. Tentu warga NU gak akan lupa sakit hatinya mendengar ulasan dia. Sekarang terimalah balasan dari Tuhan. Satu-satunya pengamat politik yang fair melihat sikap Gus Dur, ini sekaligus sebagai apresiasi kami warga NU, adalah Hermawan Sulistyo, atau sering dipanggil Mas Kiki. terimakasih Mas Kiki.

Kembali ke topik. Ternyata orang yang paling mengenal sepak terjang Gus Dur adalah justru dari luar Islam sendiri. Kristen, Tionghoa, Hindu, Budha dll. mereka tahu apa yang akan dilakukan Gus Dur untuk NKRI ini. Negeri ini tetap utuh minus Timor Timur karena jasa Gus Dur. Beliau tanpa memikirkan kesehatan diri, tanpa memikirkan popularitas, berkejaran dengan sang waktu untuk mencegah kebakaran rumah besar Indonesia.

Dengan resiko dimusuhi dalam negeri, dihujat oleh separatis Islam dan golongan Islam lainnya, Gus Dur tidak perduli apapun demi NKRI tetap utuh. Diturunkan dari kursi presiden juga gak masalah bagi beliau walau dengan tuduhan yang dibuat-buat. Silakan dikroscek data ini. Lihat kembali keadaan beberapa tahun silam era reformasi baru berjalan, beliau sama sekali gak butuh gelar "Pahlawan". Karena bagi seluruh warga NU "Beliau adalah Pahlawan yang sesungguhnya".  

Dan tulisan diatas saya tutup dengan Wallahu a’lam bi ilmihi ya’lamu wa la na’lam, wa allamal insana ma lam ya’lam (Dan Allahlah yang maha mengetahui dengan ilmuNya, yang mengetahui (segala sesuatu) yang tidak kita ketahui, dan Allahlah yang telah mengajarkan  sesuatu kepada manusia apa-apa yang manusia  tidak ketahui).

18 June 2014

Gus Dur Lebih Memilih Menjadi Kiyai Ketoprak Daripada Menjadi Ketua PBNU

Saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Situbondo  Jawa Timur tahun 1984, sempat terjadi suasana yang panas. Bukan hanya karena konflik kubu Situbondo dan kubu Cipete, melainkan juga karena kubu Situbondo terancam pecah akibat KH Machrus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, menolak KH  Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi ketua umum Tanfidziyah Pengurus Besar NU apabila tidak mau melepaskan jabatannya sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Menurut  para kiyai, seorang ulama dan sekaligus ketua umum PBNU tidak pantas ngurusi “kethoprak”. Namun ternyata Gus Dur bersikeras  tidak mau mundur  menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dengan tegas Gus Dur mengatakan “Lebih baik saya tidak menjadi ketua umum PBNU daripada saya harus melepas jabatan sebagai ketua DKJ”. Sikap keras Gus Dur memang sangat aneh, sangat kontroversial dan kontradiktif, sekilas tampak  menyimpang dari tradisi ulama-ulama di kalangan NU.
Masalahnya kemudian terselesaikan saat KH Achmad Sidiq dari Jember bercerita kepada para Kiyai dan juga kepada KH Machrus Ali, bahwasanya KH Achmad Siddiq bermimpi : “Melihat Al-marhum KH Wahid Hasyim, ayahanda Gus Dur, berdiri di atas mimbar”. Spontan para Kiyai dan KH Machrus Ali berubah, sikap mendukung Gus Dur tanpa syarat. Ia menakwilkan mimpi itu, KH Wahid Hasyim merestui Gus Dur.

Meskipun KH Machrus Ali lebih tua dari KH Wahid Hasyim tetapi beliau hormat ta’dzim kepada KH Wahid Hasyim (Sosok ulama muda yang sulit mencari penggantinya, sosok kharismatis, brilian dan fenomenal. Di usianya yang belum genap 40 tahun, sudah menjadi  tokoh nasional, pejuang dan ulama yang di hormati dan di segani, beliau meninggal dalam kecelakaan di usianya yang masih muda 39 tahun, semoga Allah menerima segala perjuangan dan amal baiknya dan mengampuni segala dosanya Amieen..). KH Machrus Ali menghormati  KH Wahid Hasyim juga karena beliau sendiri merupakan putra dari gurunya Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari  yang merupakan seorang Wali Qutub yang mashur dengan perjuangan dan resolusi  jihadnya untuk mempertahankan agama dan bangsa Indonesia ini dari kaum penjajajah. Dan beliu juga pendiri organisasi NU.

Menurut sebuah cerita yang bersumber dari  KH Said Agil Siradj, bahwasanya pada waktu para ulama dan kyai berkumpul diantaranya ada Kiai As’an, KHR As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), KH Mahrus Ali (Lirboyo), dan KH Ali Maksum (Krapyak ). Tiba-tiba Kiyai As’an mengatakan kepada para kiai “Para kiai tadi malam, saya bertemu dengan Nabi Khidir as, dan Nabi Khidir merestui NU dipimpin oleh Gus Dur’’. Kyai As’asn mengatakan bahwa beliau bertemu Nabi Khidir as bertemu pukul 03.00.

Ada sebuah peristiwa pada saat Gus Dur berkunjung ke pondok ploso Kediri, Gus Dur bertemu dengan Gus Miek yang merupakan seorang waliyullah yang mashur dan sangat di hormati di Jawa timur, Gus Miek mengatakan kepada para hadirin “INILAH PEMIMPIN DUNIA AKHIRAT”. Entah apa yang melatarbelakangi Gus Miek mengatakan demikian akan tetapi memang hal tersebut sengaja diucapkan Gus Miek.
Bahkan pada saat ziarah ke makam Tambak Gus Miek menawarkan kepada Gus Dur “GUS GIMANA KALAU ANDA WAFAT ANDA DIMAKAMKAN DI SINI SAJA SAMA SAYA”. Maksud dari Gus Miek tersebut dimakamkan di makam arba’in auliya’ (makam 40 wali Allah) yang berjarak kurang lebih km dari pondok Ploso Kediri yang sekarang juga menjadi makam almarhum Gus Miek dan sahabatnya KH Ahmad Shiddiq (Jember).

Gus Dur terpilih sebagai ketua umum PBNU, dan pada dua muktamar berikutnya ia kembali terpilih sebagai ketua umum. Maka selama lima belas tahun (1984-1999) NU berada dalam kendali Gus Dur. Kejadian di tahun 1984 itu menunjukkan kuatnya tradisi keulamaan di tubuh NU. Dua pilar dalam tradisi itu adalah nasab, yaitu atas dasar hubungan darah, dan hubungan patronase kiai-santri atau guru-murid.

Gus Dur memiliki nasab yang sangat kuat, baik dari jalur ayah maupun ibu. Selain cucu KH Hasyim Asy-ari dari jalur ayah, ia pun cucu KH Bisri Syansuri dari jalur ibu. KH Bisri Syansuri, rais am ketiga NU dan pengasuh Ponpes Denanyar, Jombang, adalah ayahanda Hj. Solichah Wahid Hasyim, ibunda Gus Dur.

Dalam hubungan patronase kiai-santri, Ponpes Tebuireng merupakan ”kiblat”, khususnya semasa KH Hasyim Asy’ari. Banyak kiai besar yang belajar di Tebuireng. Dalam tradisi keulamaan NU, penghormatan seorang santri kepada putra kiainya sama dengan kepada kiainya. Bahkan, sampai kepada cucu kiainya. Karena itu, putra atau cucu kiai dipanggil “Gus”.

Wajar jika Gus Dur memiliki superioritas tinggi di mata nahdliyin. Apalagi, ia juga memiliki kemampuan keilmuan yang dipandang sangat tinggi di antara para tokoh NU. Meskipun tidak dikenal sebagai spesialis dalam salah satu atau bebrapa cabang ilmu keislaman, ia sangat menguasai kitab kuning, juga kitab-kitab kontemporer yang disusun para ulama di masa belakangan. Selain mumpuni dalam ilmu-ilmu agama, ia pun menguasai berbagai ilmu lain dengan wawasan yang sangat luas.

Di masa Gus Dur pamor NU terus menaik. Ia berhasil membawa NU menjadi kekuatan yang berskala nasional sebagai pengimbang kekuasaan, yang waktu itu tak terimbangi oleh siapa pun. Setelah sebelumnya kurang diperhitungkan, kecuali di saat-saat pemilu, NU kemudian berubah menjadi betul-betul dikenal dan dihormati banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Jika sebelumnya jarang dibicarakan orang, dalam waktu singkat NU berubah menjadi obyek studi dari banyak sarjana di mana-mana. Semua itu tak dapat dilepaskan dari peran Gus Dur, baik sebagai ketua umum PBNU maupun sebagai pribadi dalam berbagai kapasitasnya.

Ya, Gus Dur memang punya kharisma yang besar di mata para kiai, apalagi di depan umatnya. Umat NU ketika itu sedang mencari tokoh yang menjadi jendela menuju dunia modern. Ada kebanggaan di kalangan NU terhadap Gus Dur, karena ia membawa pesantren dan NU ke dunia luar yang luas. Ia membuka masyarakat NU untuk sadar bahwa kita hidup dalam dunia global.

Sejak di bawah kepemimpinan Gus Dur, peran NU sebagai jam’iyyah maupun peran tokoh-tokohnya sebagai individu dari waktu ke waktu semakin kuat dan terus meluas, termasuk dalam politik. Meskipun secara resmi NU telah menyatakan diri kembali ke khiththah dan tidak lagi berpolitik praktis, pengaruh politiknya tak pernah surut, bahkan semakin menguat. Tokoh-tokoh NU yang terlibat di pentas politik, meskipun tidak mengatasnamakan NU, semakin banyak.

Munculnya PKB dan partai-partai baru lainnya sangat mengandalkan dukungan warga NU.
Dinamika politik kemudian terus bergulir. Hanya berselang setahun tiga bulan setelah pendirian PKB, akhirnya pada bulan Oktober 1999 Gus Dur terpilih sebagai presiden RI yang keempat melalui pemilihan langsung yang dramatis di MPR. Itulah puncak karier NU di pentas politik.
Menurut Gus Dur ada lima macam Kiai (Ulama’ atau Ustad) Yaitu :

1- Kiai tandur yaitu seorang Ulama, kyai atau Ustad yang berjuang yang memiliki pondok pesantren, yayasan, lembaga, pendidikan, organisasi, majelis taklim termasuk juga Majlis dzikir dan Ilmu.
2- Kiai sembur yaitu seorang Ulama, kyai atau Ustad yang tidak punya pondok pesantren maupun majelis taklim, kiai sembur sendiri biasanya seorang tokoh atau panutan di masyarakat yang di hormati karena alim dan memiliki suri tauladan yang baik. Banyak di jadikan rujukan masyarakat  untuk  datang kepadanya.
3- Kiai wuwur  yaitu seorang Ulama, kyai atau Ustad  yang tidak mengerti  politik tapi terjun ke dunia politik, biasanya kiai seperti ini akan menjadi alat politik dan kekuasaan dan akan menjadi korban politik.
4- Kiai catur yaitu seorang Ulama, kyai atau Ustad  yang tahu politik
5- Dan Kiai nutur yaitu seorang Ulama, kyai atau Ustad  yang komersial dan matrealistis, doyan makan bantuan atau sumbangan dan kemana mana suka bawa proposal.

“Yang harus dijaga oleh NU adalah kiai tandur dan kyai sembur. Karena kedua kiai tersebut yang akan memelihara NU,” pesan Gus Dur.


Tetapi sekarang ini banyak sekali tokoh agama (kiai) yang terjun kedunia politik, apabila kiai ini terjun kedunia politik ini karena  memang sudah tahu dan paham ilmu politik, dan dia berjuang demi bangsa, rakyat dan agama, mari kita dukung. Tetapi apabila kiai ini berjuang demi mencari kekuasaan, kekayaan dan untuk kepentingan pribadinya sendiri, hukumnya wajib untuk anda tidak mendukungnya.

Sedangkan alasan Gus Dur merevisi Tap MPRS Nomor 25/1966 tentang pembubaran PKI yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sebab dalam Islam tidak ada dosa warisan. 

“Gara-gara Tap MPRS itu seseorang yang belum tentu mengenal kakeknya harus menanggung kesalahan kakeknya. Dia tidak boleh menjadi PNS dan sebagainya”.