21 September 2014

Keturunan Pangeran Benowo Maju Memimpin Indonesia


SAATNYA PANGERAN BENOWO TAMPIL KE GELANGGANG
Oleh : Emha Ainun Nadjib

Yayan Mulyana
Dalam wacana yang saya pakai, dan itu sudah saya kemukakan kepada Gus Dur sejak sebelum pemilu: Gus Dur menjadi presiden ini dalam rangka membayar dua macam utang. Utang yang pertama, mohon maaf, Gus Dur membayar utang sejarahnya Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus yang gagal me-menej konflik politik dan keagamaan antara Aryo Penangsang (Jipang) dengan Sultan Hadiwijaya (Pajang) yang diwakili oleh Sutawijaya.

Konflik itu sebenarnya berlangsung antara ISLAM dengan ABANGAN (sekularisme). Konflik mereka membawa akibat terbunuhnya Aryo Penangsang, dan terus berkepanjangan sehingga putranya Sultan Hadiwijaya, yaitu Pangeran Benowo, menyingkir (istilah NU-nya ''kembali kekhittah''), tidak berpolitik dan mendirikan pesantren. Maka, kekuasaan kemudian dari Pajang bergeser ke Mataram di mana putra angkatnya Hadiwijaya yaitu Sutawijaya alias Panembahan Senopati menjadi raja pertama.

Silakan Anda mempelajari khasanah mengenai budaya politik Mataram, policy-nya kepada Umat Islam kecuali periode Sultan Agung, yang kemudian dirusak lagi oleh cucunya jenis feodalismenya, dan lain-lain, sangat mirip Orde Baru. Maka, saya katakan kepada Gus Dur : jangan Sultan HB-X yang jadi presiden, karena beliau itu terusannya Mataram-Panembahan Senopati.

Sedangkan Gus Dur adalah keturunan ke-12 Pangeran Benowo, yang dulu “LARI” dari gelanggang politik, mirip seperti Gus Dur “kembali ke khittah” padahal Nusantara sedang amburadul. Kalau dulu yang terbunuh hanya Aryo Penangsang, selama Orde Baru dan Orde Habibie yang terbunuh sangat banyak, dari Tanjungpriok dulu sampai Ambon. Bahkan, konsep ''persaudaraan nasional'' model Mataram yang diterapkan Orba melalui pemahaman SARA juga memproduk terbunuhnya banyak golongan yang lain.

Memang sudah saatnya “Pengeran Benowo abad 20/21” tampil ke gelanggang, agar “hutang” Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus dalam membangun persaudaraan nasional bisa dibayar. Orang Jombang mengatakan ''yang bikin bingung Indonesia adalah orang Jombang, tapi yang mengatasi masalah juga orang Jombang.'' Pangeran Benowo dulu “LARI” ke daerah Banyumas, dan komunitasnya kemudian menyebar sampai kembali ke daerah asal-usulnya, yakni Mojopahit alias Jombang. Perguruan silat yang ada di Jombang asal-usulnya adalah Banjarnegara-Banyumas.

Tapi kalau itu Anda tanyakan kepada Gus Dur, ia akan nyengenges: ''Ah, itu karangannya Cak Nun saja ...'' seperti dulu waktu Gus Dur hendak menjemput Pak Harto ke Masjid Istiqlal untuk berikrar husnul khatimah pada tanggal 7 Maret 1999, Gus Dur menjawab dengan kalimat seperti itu. Guyonnya Gus Dur memang mengasyikkan. Kalau Anda mau, kapan-kapan saya ungkapkan humor Gus Dur yang luar biasa: soal cawat, kencing di wastafel, bantal hotel
mewah, dan lain-lain.

Kemudian utang kedua?

Bayar hutang yang kedua adalah bahwa dalam waktu yang lama Gus Dur dikenal sebagai tokoh Islam yang amat sering membikin bingung umat Islam. Bahkan kiai-kiai NU sendiri selalu bingung memahami Gus Dur. Terkadang bahkan ia dituduh terlalu belain umat lain daripada umatnya sendiri. Itu soal psiko-kultur dan psiko-politik. Sekarang Tuhan memberi peluang kepada Gus Dur untuk “menghibur” umat Islam, utamanya kaum Nahdhliyin. Karena toh suara voting kepresidenan Gus Dur berasal dari banyak orang yang dulu merasa dikecewakan olehnya.

Bagaimana prediksi Cak Nun setelah Gus Dur menjadi
presiden?

Rekayasa Tuhan selalu sangat indah. Caranya Tuhan membikin urutan adegan ketika pembacaan hasil voting kemarin sore saja sangat dramatis. Mega dibikin melesat jauh dulu sampai beda 40 suara, kemudian bersaing di tengahnya, baru kemudian Gus Dur melesat. Siapa yang menyusun tumpukan kertas itu?

Indonesia sedang sakit keras, dan Tuhan menentukan pemimpinnya adalah juga lelaki hampir tua yang sakit, susah melihat, dengan Ibu Negara yang juga duduk di kursi roda. Seluruh Indonesia menjadi mengerti dan terdorong untuk belajar rendah hati, belajar mengkonsentrasikan diri pada kekurangan-kekurangan diri dan bukan menomersatukan kekurangan orang lain.

Siapa pun sekarang tidak gampang menyikapi pemerintah. Gus Dur tidak bisa dikotak dalam suatu kategori, baik aliran politiknya, pemikiran budayanya, serta berbagai kecenderungannya. Kita gampang ngasih ''CAP'' kepada Soeharto atau Habibie, tapi apa “cap”-nya Gus Dur? Anda akan uring-uringan melihat bagaimana ia nanti menangani kasus KKN-nya Pak Harto, tapi Anda juga akan kaget menyaksikan bagaimana sepak terjangnya soal Gerakan Aceh Merdeka atau Republik Maluku Selatan.

Anda menyebut dia modernis, sehingga Anda bingung melihat Gus Dur rajin ziarah ke banyak makam ulama, bahkan terus kontak dengan Kiai Abdullah Faqih, Kiai Abdullah Salam, Kiai Dimyati, dan dua Kiai Semar. Anda akan dibikin kagum, tapi juga jengkel. Anda akan telanjur meremehkan dan memarahinya pada suatu hari, tapi kemudian Anda geleng-geleng kepala. Orang NU bilang Gus Dur itu waliyullah. Wali itu apa? Ialah orang yang keliru menentukan arah tendangan bola, tapi nanti tahu-tahu Tuhan memindahkan letak gawangnya, sehingga tendangan itu menghasilkan gol.

Apa itu maknanya? Gerakan reformasi dituntut untuk memperbaharui ilmunya, wacananya, sumber aspirasi dan inspirasinya. Tak hanya horizontal, tapi juga 'terpaksa' vertikal. Misalnya, bagaimana mungkin Anda ngomong 'Masyarakat Madani' sambil mengacuhkan Muhammad saw dan terutama konsep hijrahnya?

Kepemimpinan Gus Dur akan tidak hanya menjadi fenomena nasional, tapi juga internasional. Tidak hanya kenyataannya bahwa ia menjadi presiden, tapi juga pola-pola tingkah laku politiknya, model-model pemikirannya, langkah-langkahnya yang sering antiteori.

Dulu Gus Dur meramal: sebelum tahun 2000 Palestina akan merdeka, Iran akan menjadi moderat, tapi Indonesia akan menjadi negara Islam ekstrem. Sekarang Gus Dur telah berhasil satu langkah 'membatalkan' point ramalan yang ketiga. Kalau Mega naik sekarang, ramalan itu akan mewujud. Tapi Allah memperkenankan manusia untuk 'menawar takdir', karena manusia adalah khalifah-Nya, adalah mandataris-Nya.

Gus Dur juga merupakan presiden paling lucu dan penuh humor sedunia. Humornya bisa humor murni, bisa humor kesenian, bisa humor sebagai pola perilaku politik. Gus Dur juga merupakan presiden paling ''cuek'' sedunia, paling pengantuk sedunia, paling santai dan itu akan sangat menghibur, meskipun bisa juga menjengkelkan. Kita akan lihat bagaimana Gus Dur meladeni diplomasi internasional, rentenir IMF, keculasan Amerika Serikat, kepengecutan PBB. Mungkin Gus Dur akan sangat radikal, mungkin sangat arif.

Yang paling gampang dibayangkan adalah dia ditelepon Kofi Annan tapi tiba-tiba ia mengantuk dan teleponnya jatuh. Bisa karena benar-benar ngantuk, bisa dingantukkan oleh malaikat, bisa merupakan strategi diplomatik. Bisa Anda bayangkan juga kalau Gus Dur harus naik Jeep memeriksa barisan TNI. Saya menyarankan Gus Dur bilang saja sama Pangab: ''Wis apik! Apik! (Sudah bagus). Gagah-gagah semua! Ganteng-ganteng semua ...!'' Insya Allah Gus Dur akan melakukan segala sesuatu yang bisa mencairkan berbagai polarisasi politik, etnik, keagamaan dalam masyarakat. Gus Dur mestinya akan serius melebur dikotomi-dikotomi, pihak-pihak, perbedaan-perbedaan, dan mengajari bangsanya untuk lebih lembut hatinya dan luas jiwanya, syukur adil pikirannya.

Kita berdoa semoga Gus Dur mampu mempersaudarakan kembali bangsa Indonesia sebagaimana dulu Rasulullah Muhammad saw mempersaudarakan umat Islam, umat Nasrani, dan Yahudi, di Madinah.


Rasulullah sendiri pernah mengancam bagi siapa saja yang coba coba mengganggu orang-orang kafir dzimmi (orang kafir yang hidup berdampingan bersama orang Islam) itu artinya mereka juga mengganggu aku. Red

Gus Dur mengatakan kepada saya Senin sore itu bahwa ia membutuhkan pendamping yang memiliki sense of politics dan itu ditemukannya pada Akbar Tanjung. Megawati sangat disayanginya, dan tentu pada saatnya nanti Ibu kita ini juga kalau bisa menjadi presiden, sebagaimana tokoh kita yang lain Pak Amien Rais.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999

No comments:

Post a Comment