”Bagi orang
miskin, jangan sekali-kali mengadukan kasus ke pengadilan, sebab bakal keluar
uang banyak,” katanya dalam diskusi terbuka Mewujudkan Indonesia Bersih dari
Korupsi Sesuai Konstitusi yang di gelar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum (BEMJ FSH) di Aula Student Center,
Rabu (29/4).
Dia menyayangkan peradilan Indonesia lebih gemar cari uang daripada menyelesaikan suatu masalah. Banyak kasus orang miskin sulit menang dalam suatu perkara, kecuali ada uang. Menurutnya peradilan Indonesia masih hukum rimba, yang kuat menang sementara yang kalah menderita.
”Berdasarkan fakta di lapangan, orang miskin sebaiknya jangan sakit, sebab biaya rumah sakit mahal. Juga jangan meninggal, karena ngurus biayanya mahal,” kilahnya.
Dia menyayangkan peradilan Indonesia lebih gemar cari uang daripada menyelesaikan suatu masalah. Banyak kasus orang miskin sulit menang dalam suatu perkara, kecuali ada uang. Menurutnya peradilan Indonesia masih hukum rimba, yang kuat menang sementara yang kalah menderita.
”Berdasarkan fakta di lapangan, orang miskin sebaiknya jangan sakit, sebab biaya rumah sakit mahal. Juga jangan meninggal, karena ngurus biayanya mahal,” kilahnya.
Mucle
Democrazy yang hadir sebagai pemimpin diskusi saat itu juga berkomentar “Kita
sering lihat pencuri ayam dipukuli masyarakat sampai mau mati. Tapi koruptor
yang ngambil uang triliunan rupiah cuma ditahan sebentar," sesalnya.
Hal serupa disampaikan oleh Tim pemerintah Bidang Hukum Dr Wawan H Purwanto, menurutnya Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam dan manusia. Namun karena pengelolaannya tidak optimal serta banyak yang korupsi, rakyatnya masih miskin.
”Integritas dan peran pemerintah tangani korupsi tidak serius. Padahal uang korupsi triliunan rupiah,” ujarnya, ( sumber : uinjkt.ac.id).
Hal serupa disampaikan oleh Tim pemerintah Bidang Hukum Dr Wawan H Purwanto, menurutnya Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam dan manusia. Namun karena pengelolaannya tidak optimal serta banyak yang korupsi, rakyatnya masih miskin.
”Integritas dan peran pemerintah tangani korupsi tidak serius. Padahal uang korupsi triliunan rupiah,” ujarnya, ( sumber : uinjkt.ac.id).
Dari Mesuji sampai Bima, penguasa sedang mengajarkan kepada rakyat jelata, bahwa siapapun yang yang menyuarakan kebenaran harus berhadapan dengan senjata, diculik lalu dimatikan. Ini adalah perilaku tiran dimana-mana, gaya kekuasaan mereka hanya pencitraan diri yang jauh dari realita sebenarnya, mengkambing hitamkan pihak lain sebagai biang kerok carut marut dalam mengurus Negara, dan sangat lamban bila yang bersalah adalah kroni, keluarga dan para sahabat karib para tiran.
Dari GKI Yasmin sampai genosida di Ambon, penguasa sedang menyulut api kemarahan umat Islam dan melakukan pembiaran-pembiaran terhadap ulah orang-orang Kristen yang sedang mengacak-acak Islam. Ini bukanlah pembelaan terhadap Islam, tapi bersikap obyektif dan melihat masalah dari akarnya adalah sikap kedewasaan dalam mengatasi konflik agama. Yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, umat Islam yang dirugikan tapi selalu disudutkan sebagai terdakwa biang dari kepongahan kaum Kristiani.
Dengan atas nama Pancasila dan konstitusi pengurasan sumber daya alam, korupsi berjama’ah dan menjual asset Negara adalah gambaran sakitnya nasionalisme para pejabat negeri ini. Sangat wajar jika rakyat jelata menjadi pengemis karena penguasa terkenal jadi pengemis di seantero dunia, sangat wajar jika rakyatnya maling ayam, mencuri sawit dan mengambil sandal karena pejabat negeri ini prilakunya lebih parah dari rakyatnya. Rakyat hanya belajar bagaimana menjadi pencuri yang licin, belajar menjadi penipu yang ulung dan belajar tekhnik mengemis yang lebih canggih. Mereka mempelajari itu semua dari para pemimpinnya yang lebih bejat dari rakyatnya.
Lalu kemana para da’inya yang menjadi penyejuk di tengah gersang? Ternyata da’inya juga tak jauh beda. Da’inya banyak di masjid, padahal orang bejat, kafir, munafik dan zindiq yang butuh bimbingan ada di pasar, jalanan dan emperan toko. Kalau ditanya, dakwahnya ikut Rasul SAW, padahal dulu Rasul SAW di Mekkah menyuarakan tauhid di pasar, di jalan-jalan dan mengumpulkan manusia diatas bukit. Beliau berdakwah di dalam masjid setelah melalui 13 tahun dakwah di jalan-jalan kota Mekkah. Sudahkah para dainya ikut sunnah Rasul SAW yang satu ini?
Islam Melawan Ketidakadilan
As-Syahid Sayyid Qutbh dalam Dirasah Islamiyah di bab “Islam Berjuang” mengugah setiap orang yang mengaku Islam untuk bangkit melawan ketidakadilan dan penjajahan manusia kepada manusia yang lainnya. Beliau memaparkan dengan lugas dan jelas apa yang dilakukan Islam juga melihat ketidakadilan terjadi di depan mata.
Silahkan simak nasehat beliau untuk membangkitkan jiwa kita agar mau menolong orang lemah, tertindas dan teraniaya. Beliau juga mengajak keluar diri kita dari zona nyaman yang membuat kita tidak mau menolong orang-orang lemah.
Islam Berjuang (oleh : Sayid Quthb)
Orang-orang yang berpendapat bahwa setiap prinsip manapun yang dikenal umat manusia dalam sejarahnya yang panjang, mungkin untuk berjuang menentang segala macam keaniayaan, sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan Islam, atau dapat berdiri di samping orang-orang yang teraniaya semuanya sebagaimana yang telah dilakukan Islam, atau dapat berteriak di depan muka para tiran dan diktator-diktator yang sombong sebagaimana yang telah dilakukan oleh Islam, maka orang yang berpendapat begini amat tersalah, atau amat tergoda, atau amat tidak mengerti akan Islam.
Orang yang berpendapat bahwa mereka itu orang Islam, tetapi mereka tidak berjuang menentang keaniayaan dengan segala bentuknya, tidak mempertahankan orang-orang yang teraniaya dengan sebaik-baiknya dan tidak berteriak di depan muka para tiran dan diktator. Orang yang berpendapat seperti ini amat tersalah sekali, atau mereka itu amat munafik, atau amat tidak mengerti akan Islam.
Inti Islam itu adalah gerakan pembebasan. Mulai dari hati nurani setiap individu dan berakhir di samudera kelompok manusia. Islam tidak pernah menghidupkan sebuah hati, kemudian hati itu dibiarkannya menyerah tunduk kepada suatu kekuasaan di atas permukaan bumi, selain daripada kekuasaan Tuhan Yang Satu dan Maha Perkasa. Islam tidak pernah membangkitkan sebuah hati, lalu dibiarkannya hati itu sabar tidak bergerak dalam menghadapi keaniayaan dalam segala macam bentuknya, baik keaniayaan ini terjadi terhadap dirinya, atau terjadi terhadap sekelompok manusia di bagian dunia manapun, dan di bawah penguasa manapun juga.
Jika anda melihat keaniayaan terjadi, bila anda mendengar orang-orang yang teraniaya menjerit, lalu anda tidak menemui umat Islam ada di sana untuk menentang ketidakadilan itu, menghancurkan orang yang aniaya itu, maka Anda boleh langsung curiga apakah umat Islam itu ada atau tidak. Tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai aqidahnya, akan rela untuk menerima ketidakadilan sebagai sistemnya, atau rela dengan penjara sebagai hukumnya.
Masalahnya, Islam itu ada atau tidak ada. Kalau Islam itu ada maka ini berarti perjuangan yang tidak akan henti-hentinya, jihad yang tidak ada putus-putusnya, mencari syahid demi untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan persamaan. Kalau Islam tidak ada, maka di waktu itu yang terdengar adalah bisikan do’a-do’a, bunyi tasbih yang dipegang di tangan, jimat-jimat dengan do’a perlindungan, berserah diri dengan harapan langit akan menghujankan rezeki dan kebaikan ke atas bumi, menghujankan kemerdekaan dan keadilan. Langit tidak pernah menghujankan hal-hal seperti ini. Tuhan tidak akan menolong suatu kelompok manusia yang tidak mau menolong diri sendiri, orang yang tidak percaya kepada keluarganya sendiri, dan tidak menjalankan hukum Tuhan tentang jihad dan perjuangan:
“Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sampai bangsa itu mengubah nasibnya sendiri.” (QS. Ar-Rad [13] : 11)
Islam adalah aqidah revolusioner yang aktif. Artinya kalau ia menyentuh hati manusia dengan cara yang benar, maka dalam hati itu akan terjadi suatu revolusi: revolusi dalam konsepsi, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam cara menjalani kehidupan, dan hubungan individu dan kelompok. Revolusi yang berdasarkan persamaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seorang tidak lebih baik dari yang lainnya selain dengan taqwa. Berdasarkan kehormatan manusia, yang tidak meninggalkan seorang makhluk pun di atas dunia, tidak suatu kejadian pun, dan tidak suatu nilai pun. Revolusi itu berdasarkan keadilan mutlak, yang tidak dapat membiarkan ketidakadilan dari siapa pun juga, dan tidak dapat merelakan ketidakadilan terhadap siapa pun juga. Baru saja manusia merasakan kehangatan aqidah ini, ia akan maju ke depan untuk merealisasikannya dalam alam nyata dengan seluruh jiwanya. Ia tidak tahan untuk bersabar, untuk tinggal diam, untuk tenang-tenang saja, sampai ia benar-benar telah menyelesaikan realisasinya di alam nyata. Inilah pengertiannya bahwa Islam itu suatu aqidah revolusioner yang aktif-dinamis.
Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, kemudian mereka orang-orang yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah yang tinggi. Kalimat Allah di atas bumi ini tidak akan dapat tertegak, selain jika ketidakadilan dan keaniayaan telah dihilangkan darinya sampai seluruh manusia itu memperoleh persamaan seperti gigi sisir, di mana tidak ada salah seorang pun yang lebih dari orang lain selain karena ketaqwaan.
Orang-orang yang melihat ketidakadilan di sepanjang jalan, dan bertemu dengan kesewenang-wenangan di setiap saat, dan mereka tidak menggerakkan tangan maupun lidah, padahal mereka itu mampu untuk menggerakkan tangan dan lidah. Mereka ini adalah orang-orang yang hatinya tidak digugat oleh Islam. Jika hatinya tergugat oleh Islam tentulah mereka akan berubah menjadi para mujahidin yang berjuang mulai dari saat api yang suci itu menyentuh hati-hati yang rasional dan menyalakannya, dan mendorongnya dengan dorongan yang kuat ke medan perjuangan.
Seandainya jiwa nasionalisme mampu mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang penjajahan yang dibenci itu, seandainya jiwa kemasyarakatan mampu mendorong kita hari ini untuk berjuang menentang kaum feudal yang tidak berbudi dan kapitalisme yang memeras, seandainya jiwa kebebasan individu mampu untuk mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang diktator yang melampaui batas dan ketidakadilan yang congkak, maka jiwa Islam mengumpulkan penjajahan, feudalisme dan kediktatoran di bawah sebuah nama, yaitu: ketidakadilan. Jiwa Islam mendorong kita semua untuk memerangi segalanya itu, tanpa pikir-pikir dan tanpa ragu-ragu, tanpa pembicaraan lagi dan tanpa dibeda-bedakan lagi. Itulah salah satu ciri Islam yang besar di bidang perjuangan manusia untuk menegakkan kemerdekaan, keadilan dan kehormatan.
Seorang muslim yang telah merasakan jiwa Islam dengan hatinya, tidak mungkin akan memberikan pertolongan kepada pihak penjajah, atau memberikan bantuan kepada mereka, atau berdamai dengan mereka sehari pun, atau berhenti berjuang melawan mereka, baik secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan. Pertama-tama ia akan menjadi pengkhianat bagi agamanya, sebelum menjadi pengkhianat terhadap tanah airnya, terhadap bangsanya dan terhadap kehormatan dirinya. Setiap orang yang tidak merasakan adanya rasa permusuhan dan kebencian terhadap kaum penjajah dan tidak melakukan perjuangan menentang mereka sekuat tenaga, adalah pengkhianat. Lalu bagaimana dengan orang yang mengadakan perjanjian persahabatan dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang mengadakan persekutuan abadi dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang memberikan bantuan kepada mereka baik di zaman damai maupun di zaman perang? Bagaimana dengan orang yang membantu mereka dengan makanan sedangkan bangsanya sendiri kelaparan? Bagaimana dengan orang yang melindungi dan menutup-nutupi mereka?
Seorang muslim yang merasakan jiwa Islam dengan hatinya tidak mungkin akan membiarkan kaum feudal yang tidak bermoral dan kaum beruang yang menindas itu berada dalam keamanan dan ketenteraman. Ia akan memberitahukan perbuatan mereka yang tidak punya rasa malu. Ia akan menjelaskan kejelekan-kejelekan mereka. Ia akan berteriak di depan muka mereka yang tidak bermalu itu. Ia akan berjuang menentang mereka dengan tangan, dengan lidah dan dengan hati, dengan segala cara yang dapat dilakukannya. Setiap hari yang dilaluinya tanpa perjuangan, setiap saat yang dilaluinya tanpa pergelutan, dan setiap detik yang dilaluinya tanpa karya nyata, dianggapnya sebagai dosa yang menggoncang hati nuraninya, sebagai kesalahan yang membebani perasaannya, sebagai suatu perbuatan kriminil yang hanya dapat dihapuskan dengan perjuangan penuh dorongan, penuh kehangatan, penuh tolakan.
Setiap muslim yang merasakan Islam dengan hatinya tidak akan mungkin membiarkan diktator yang aniaya serta penguasa zalim yang tidak bermalu bergerak di atas permukaan bumi, menjadikan manusia budak beliannya, padahal tiap-tiap manusia dilahirkan oleh ibunya sebagai orang yang merdeka. Tetapi orang Islam itu akan maju ke depan dengan jiwa dan hartanya, untuk memperkenankan seruan Tuhannya yang menciptakannya dan memberi rezeki kepadanya:
“Kenapa kamu tidak berjuang di jalan Allah dan untuk kepentingan orang-orang yang tertindas, yang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak kecil, yang berkata, ‘Wahai Tuhan Kami! Keluarkanlah kami dari negara yang penduduknya aniaya ini. Berikanlah kepada kami seorang penolong dari sisi-Mu. Berikanlah kepada kami seorang pembantu dan sisi-Mu’.” (QS. An-Nisa’ [4] : 75)
Jadilah seorang Islam. Ini telah cukup untuk mendorongmu berjuang menentang penjajahan dengan berani, mati-matian, penuh pengorbanan dan kepahlawanan. Kalau Anda tidak dapat melakukannya, cobalah periksa hatimu. Barangkali hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, alangkah sabarnya Anda, karena tidak berjuang menentang penjajahan.
Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong anda berjuang melawan segala bentuk ketidakadilan sosial, suatu perjuangan yang dilakukan dengan terus-terang, penuh semangat, penuh dorongan. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu. Mungkin hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian teganya untuk tidak berjuang melawan pencaplokan hak?
Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong maju ke depan, berjuang melawan ketidakadilan, dengan tekad yang teguh tanpa memperdulikan kekuatan-kekuatan lawan yang hanya berupa kekuatan lalat, tetapi oleh orang-orang lemah dikira merupakan halangan besar. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu, mungkin ia telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian sabarnya dan teganya untuk tidak berjuang menentang ketidakadilan?
Semua prinsip yang terdapat di atas dunia ini, semua jalan pemikiran yang terdapat di atas dunia ini, akan mengambil jalan yang berada-beda, masing-masingnya mencari bidangnya sendiri-sendiri, untuk merealisasikan keadilan, kebenaran dan kemerdekaan. Tetapi Islam berjuang di segala bidang itu. Ia mencakup seluruh gerakan pembebasan. Ia menggerakkan seluruh pejuang.
Kalau orang-orang yang mempunyai prinsip dan jalan pemikiran mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan dunia yang cepat hilang, Islam mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan azali dan abadi. Orang orang Islam melakukan perjuangan dengan hati yang penuh rindu untuk mencapai syahid di bumi, agar ia beroleh kehidupan di langit:
“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman, dengan janji bahwa mereka itu akan mendapat surga. Mereka berjuang di jalan Allah. Mereka membunuh dan terbunuh. Ini adalah suatu janji yang benar yang terdapat dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji dari Allah?” (QS. At-Taubah [9] : 111 (sumber :muslimdaily.net)
"Ternyata keadillan yang sempurna itu hanya milik dan kepunyaan Allah, DIA sang maha adil, tiada perbuatan sekecil apapun bahkan sekecil atom kecuali ada balasanya"
No comments:
Post a Comment