18 January 2014

Rokok Adalah Senjata Pembunuh Masal

Sungguh mengejutkan, Penelitian terbaru menyebutkan, 10 juta manusia menemui ajal tiap tahun akibat kecanduan  asap rokok. Faktanya, kematian akibat merokok jauh lebih besar daripada kematian akibat perang atau terorisme.

“Jumlah perokok bertambah 30 juta orang tiap tahun di seluruh dunia. Ironisnya, sebagian besar dari mereka tidak akan berhenti dari kebiasaan merugikan ini,” sebut Dr. Sir Richard Peto dari Oxford University. Dr Richard memprediksi, jika para perokok  tidak berhenti, maka akan ada lebih dari 10 juta orang per tahun yang akan mati. Berarti  akan ada 100 juta orang berisiko meninggal dalam satu dekade.
Di seluruh dunia, tembakau menyebabkan kematian sekitar 22 persen (1,7 juta) akibat kanker setiap tahunnya, dimana hampir 1 juta orang meninggal akibat kanker paru-paru.
Dr Richard menambahkan, dalam abad ini, rokok akan membunuh hingga satu miliar orang di seluruh dunia. Dimana, merokok juga telah membunuh lebih dari setengah jumlah total perokok, sebagian besar dikarenakan kanker.

PENGARUH PIKIRAN

Direktur Medis Sahid Sahirman Memorial Hospital (SSMH), Dr. Harry A. Alamudin, MA menambahkan, merokok merupakan suatu kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi suatu karakter serta tak terlepas dari sumber utamanya yakni pikiran. “Sebagian besar perokok terutama pada anak muda, merokok karena pengaruh pikiran. Kalau sejak awal berpikir untuk tidak merokok, tentu tidak akan pernah mencobanya,” ujar dr. Harry.

Ditambahkan, data WHO mengidentifikasi bahwa terdapat 4 ribu  zat kimia yang terkandung di dalam asap rokok dan 25 zat kimia tersebut amat berbahaya, serta 50 jenis lainnya dapat memicu terjadinya kanker. Sementara itu, dr. Aulia Sani, SpJP (K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah SSMH menjelaskan, angka kejadian penyakit kronis dapat dengan mudah dan cepat dikurangi hanya dengan mengubah gaya hidup. “Berhenti merokok pada usia berapapun tetap menguntungkan. Jadi, jangan tunda lagi agar segera dapat memperbaiki kualitas hidup,” tegasnya.



 Sebanyak 200 ribu orang Indonesia  menderita penyakit yang disebabkan oleh rokok. Akibat menghisap asap rokok,  rata-rata 500 orang meninggal tiap hari.
Menkes Nafsiah Mboi merilis Global Adult Tobacco Survey (GATS), “Tembakau adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan,” ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat meluncurkan buku Global Adult Tobacco Survey (GATS), sebuah survei global standar untuk memonitor penggunaan tembakau di suatu negara di Jakarta, kemarin.
Menurut Menkes, konsumsi rokok juga menimbulkan dampak ekonomi, terutama golongan ekonomi menengah ke bawah. Nafsiah mengungkapkan, kerugian makro-ekonomi akibat konsumsi rokok diperkirakan mencapai Rp245,4 triliun atau seperempat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.

Dia menyesalkan, prevalensi perokok aktif pria di Indonesia tahun 2010 sebesar 67,4 persen, meningkat pesat dibanding tahun 1995 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang mencapai 53,9 persen. Jumlah perokok pria tersebut jauh lebih besar dari wanita yang hanya 2,7 persen.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
Namun Nafsiah mengaku sedikit merasa gembira melihat hasil penelitian GATS yang menyebutkan 81,3 persen perokok percaya bahwa benda sepanjang 9 cm itu menyebabkan penyakit serius. Karenanya, dia meminta komitmen petugas kesehatan untuk membantu siapa saja yang berniat berhenti merokok.

Wakil World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Kanchit Limpakarnjarat, mengatakan data GATS merupakan cerminan dari usaha Indonesia untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Menurut Kanchit, data GATS yang menunjukkan prevalensi perokok pria meningkat menunjukkan juga risiko keterpaparan ke anak dan wanita. “Data hari ini adalah permulaan, bukan kesimpulan,” ujarnya.
Peneliti GATS, Soewarta Kosen, mengatakan tujuan dari survei ini agar pemerintah bisa mendesain dan mengevaluasi kebijakan pengendalian rokoknya. Soewarta mengatakan jumlah seluruh perokok Indonesia mencapai 60 juta perokok atau 34,8 persen dari penduduk Indonesia. “Ini menunjukkan epidemi rokok masih berlangsung di Indonesia,” katanya.

Dalam paparannya, Soewarta merekomendasikan supaya petugas kesehatan ditingkatkan kapasitasnya. Ia juga mengusulkan didirikannya klinik-klinik untuk membantu orang berhenti merokok.

Rata-rata 500 orang meninggal tiap hari

Sebanyak 200 ribu orang Indonesia  menderita penyakit yang disebabkan oleh rokok. Akibat menghisap asap rokok,  rata-rata 500 orang meninggal tiap hari.
Menkes Nafsiah Mboi merilis Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2011 di Jakarta, kemarin. “Tembakau adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan,” ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat meluncurkan buku Global Adult Tobacco Survey (GATS), sebuah survei global standar untuk memonitor penggunaan tembakau di suatu negara.

Menurut Menkes, konsumsi rokok juga menimbulkan dampak ekonomi, terutama golongan ekonomi menengah ke bawah. Nafsiah mengungkapkan, kerugian makro-ekonomi akibat konsumsi rokok diperkirakan mencapai Rp245,4 triliun atau seperempat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. Dia menyesalkan, prevalensi perokok aktif pria di Indonesia tahun 2010 sebesar 67,4 persen, meningkat pesat dibanding tahun 1995 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang mencapai 53,9 persen. Jumlah perokok pria tersebut jauh lebih besar dari wanita yang hanya 2,7 persen.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
Namun Nafsiah mengaku sedikit merasa gembira melihat hasil penelitian GATS yang menyebutkan 81,3 persen perokok percaya bahwa benda sepanjang 9 cm itu menyebabkan penyakit serius. Karenanya, dia meminta komitmen petugas kesehatan untuk membantu siapa saja yang berniat berhenti merokok.

Wakil World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Kanchit Limpakarnjarat, mengatakan data GATS merupakan cerminan dari usaha Indonesia untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Menurut Kanchit, data GATS yang menunjukkan prevalensi perokok pria meningkat menunjukkan juga risiko keterpaparan ke anak dan wanita. “Data hari ini adalah permulaan, bukan kesimpulan,” ujarnya.

Peneliti GATS, Soewarta Kosen, mengatakan tujuan dari survei ini agar pemerintah bisa mendesain dan mengevaluasi kebijakan pengendalian rokoknya. Soewarta mengatakan jumlah seluruh perokok Indonesia mencapai 60 juta perokok atau 34,8 persen dari penduduk Indonesia. “Ini menunjukkan epidemi rokok masih berlangsung di Indonesia,” katanya. Dalam paparannya, Soewarta merekomendasikan supaya petugas kesehatan ditingkatkan kapasitasnya. Ia juga mengusulkan didirikannya klinik-klinik untuk membantu orang berhenti merokok.  

No comments:

Post a Comment