Sungguh mengejutkan, Penelitian terbaru menyebutkan,
10 juta manusia menemui ajal tiap tahun akibat kecanduan asap rokok.
Faktanya, kematian akibat merokok jauh lebih besar daripada kematian akibat
perang atau terorisme.
“Jumlah perokok bertambah 30 juta orang tiap tahun di
seluruh dunia. Ironisnya, sebagian besar dari mereka tidak akan berhenti dari
kebiasaan merugikan ini,” sebut Dr. Sir Richard Peto dari Oxford University. Dr
Richard memprediksi, jika para perokok tidak berhenti, maka akan ada lebih
dari 10 juta orang per tahun yang akan mati. Berarti akan ada 100 juta
orang berisiko meninggal dalam satu dekade.
Di seluruh dunia, tembakau menyebabkan kematian
sekitar 22 persen (1,7 juta) akibat kanker setiap tahunnya, dimana hampir 1
juta orang meninggal akibat kanker paru-paru.
Dr Richard menambahkan, dalam abad ini, rokok akan
membunuh hingga satu miliar orang di seluruh dunia. Dimana, merokok juga telah
membunuh lebih dari setengah jumlah total perokok, sebagian besar dikarenakan
kanker.
PENGARUH PIKIRAN
Direktur Medis Sahid Sahirman Memorial Hospital
(SSMH), Dr. Harry A. Alamudin, MA menambahkan, merokok merupakan suatu
kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi suatu karakter serta tak terlepas
dari sumber utamanya yakni pikiran. “Sebagian besar perokok terutama pada anak
muda, merokok karena pengaruh pikiran. Kalau sejak awal berpikir untuk tidak
merokok, tentu tidak akan pernah mencobanya,” ujar dr. Harry.
Ditambahkan, data WHO mengidentifikasi bahwa terdapat
4 ribu zat kimia yang terkandung di dalam asap rokok dan 25 zat kimia
tersebut amat berbahaya, serta 50 jenis lainnya dapat memicu terjadinya kanker.
Sementara itu, dr. Aulia Sani, SpJP (K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah
SSMH menjelaskan, angka kejadian penyakit kronis dapat dengan mudah dan cepat
dikurangi hanya dengan mengubah gaya hidup. “Berhenti merokok pada usia
berapapun tetap menguntungkan. Jadi, jangan tunda lagi agar segera dapat
memperbaiki kualitas hidup,” tegasnya.
Sebanyak 200 ribu
orang Indonesia menderita penyakit yang disebabkan oleh rokok. Akibat
menghisap asap rokok, rata-rata 500 orang meninggal tiap hari.
Menkes Nafsiah Mboi merilis Global Adult Tobacco Survey (GATS), “Tembakau adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan,” ujar
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat meluncurkan buku Global Adult Tobacco
Survey (GATS), sebuah survei global standar untuk memonitor penggunaan tembakau
di suatu negara di Jakarta, kemarin.
Menurut Menkes, konsumsi rokok juga menimbulkan dampak ekonomi,
terutama golongan ekonomi menengah ke bawah. Nafsiah mengungkapkan, kerugian
makro-ekonomi akibat konsumsi rokok diperkirakan mencapai Rp245,4 triliun atau
seperempat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
Dia menyesalkan, prevalensi perokok aktif pria di Indonesia tahun
2010 sebesar 67,4 persen, meningkat pesat dibanding tahun 1995 berdasarkan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang mencapai 53,9 persen. Jumlah
perokok pria tersebut jauh lebih besar dari wanita yang hanya 2,7 persen.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
Namun Nafsiah mengaku sedikit merasa gembira melihat hasil
penelitian GATS yang menyebutkan 81,3 persen perokok percaya bahwa benda
sepanjang 9 cm itu menyebabkan penyakit serius. Karenanya, dia meminta komitmen
petugas kesehatan untuk membantu siapa saja yang berniat berhenti merokok.
Wakil World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Kanchit
Limpakarnjarat, mengatakan data GATS merupakan cerminan dari usaha Indonesia
untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Menurut Kanchit, data GATS yang
menunjukkan prevalensi perokok pria meningkat menunjukkan juga risiko
keterpaparan ke anak dan wanita. “Data hari ini adalah permulaan, bukan
kesimpulan,” ujarnya.
Peneliti GATS, Soewarta Kosen, mengatakan tujuan dari survei ini
agar pemerintah bisa mendesain dan mengevaluasi kebijakan pengendalian
rokoknya. Soewarta mengatakan jumlah seluruh perokok Indonesia mencapai 60 juta
perokok atau 34,8 persen dari penduduk Indonesia. “Ini menunjukkan epidemi
rokok masih berlangsung di Indonesia,” katanya.
Dalam paparannya, Soewarta merekomendasikan supaya petugas
kesehatan ditingkatkan kapasitasnya. Ia juga mengusulkan didirikannya
klinik-klinik untuk membantu orang berhenti merokok.
Rata-rata 500 orang meninggal tiap hari
Sebanyak 200 ribu orang Indonesia menderita penyakit yang
disebabkan oleh rokok. Akibat menghisap asap rokok, rata-rata 500 orang
meninggal tiap hari.
Menkes Nafsiah Mboi merilis Global Adult Tobacco Survey (GATS)
Indonesia 2011 di Jakarta, kemarin. “Tembakau
adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan,” ujar Menteri Kesehatan
Nafsiah Mboi saat meluncurkan buku Global Adult Tobacco Survey (GATS), sebuah
survei global standar untuk memonitor penggunaan tembakau di suatu negara.
Menurut Menkes, konsumsi rokok juga menimbulkan dampak ekonomi,
terutama golongan ekonomi menengah ke bawah. Nafsiah mengungkapkan, kerugian
makro-ekonomi akibat konsumsi rokok diperkirakan mencapai Rp245,4 triliun atau
seperempat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. Dia
menyesalkan, prevalensi perokok aktif pria di Indonesia tahun 2010 sebesar 67,4
persen, meningkat pesat dibanding tahun 1995 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) yang mencapai 53,9 persen. Jumlah perokok pria tersebut jauh
lebih besar dari wanita yang hanya 2,7 persen.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
“Kita sudah dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.
Namun Nafsiah mengaku sedikit merasa gembira melihat hasil
penelitian GATS yang menyebutkan 81,3 persen perokok percaya bahwa benda
sepanjang 9 cm itu menyebabkan penyakit serius. Karenanya, dia meminta komitmen
petugas kesehatan untuk membantu siapa saja yang berniat berhenti merokok.
Wakil World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Kanchit
Limpakarnjarat, mengatakan data GATS merupakan cerminan dari usaha Indonesia
untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Menurut Kanchit, data GATS yang
menunjukkan prevalensi perokok pria meningkat menunjukkan juga risiko
keterpaparan ke anak dan wanita. “Data hari ini adalah permulaan, bukan
kesimpulan,” ujarnya.
Peneliti GATS, Soewarta Kosen, mengatakan tujuan dari survei ini
agar pemerintah bisa mendesain dan mengevaluasi kebijakan pengendalian
rokoknya. Soewarta mengatakan jumlah seluruh perokok Indonesia mencapai 60 juta
perokok atau 34,8 persen dari penduduk Indonesia. “Ini menunjukkan epidemi
rokok masih berlangsung di Indonesia,” katanya. Dalam paparannya, Soewarta
merekomendasikan supaya petugas kesehatan ditingkatkan kapasitasnya. Ia juga
mengusulkan didirikannya klinik-klinik untuk membantu orang berhenti merokok.
No comments:
Post a Comment