Suatu hari ibnu Abbas mengunjungi Aisyah untuk menanyakan ; Ya
Aisyah, ada seorang laki laki yang sedikit bangunya dan banyak tidurnya,
kemudian ada lagi orang yang sedikit tidurnya dan banyak bangunya, mana yang
kau sukai kelakuanya ya Aisyah ?, Aisyah menjawab, saya bertanya kepada
Rasul sebagaimana kau bertanya kepadaku, dan jawab Rasul ; “ yang paling baik
dari keduanya adalah orang yang paling baik akalnya”. Dan salah satu hadist
Nabi juga menyatakan “sebaik baiknya manusia adalah orang yang paling
bermanfaat untuk orang lain”,. Dan Menurut hadist lainya lagi “Manusia
yang sempurna adalah yang paling baik ahlaknya (moral/kelakuanya)”.
Dan kita sebagai umat muslim sendiri harus mengetahui dan sadar dengan
sesungguhnya bahwa kita (umat Nabi Muhamad) sebagai“umat pilihan yang
paripurna”. Dan itu sendiri sudah di tetapkan Allah jauh jauh hari
sebelum Allah menciptakan dunia ini, seperti dalam Firman Allah dalam Al-Quran Surat Ali Imron ayat 110;
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ
أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ
الْفَاسِقُونَ.
Artinya :
“kamu adalah umat terbaik
yang muncul (di tengah tengah) manusia, yang menyeru kepada kebaikan dan
melarang perbuatan yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman , tentu itu lebih baik bagi mereka; sebagian (kecil) di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka orang orang yang fasiq (QS Ali-Imran
[3]:110).
B.
Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
1. Ayat sebelumnya (3:105)
menyerukan agar mu`min jangan meniru orang yang berpecah belah, sebab bakal
menimbilkan keseihan di akhirat kelak (Qs.3:106-107). Oleh karena itu hendaklah
membangun umat yang setiap anggotanya menjalankan tugas sesuai bagian masing-masing
sebagaimana diserukan pada ayat 104. Ayat 110 ini mengungkapkan bahwa umat yang
tampil di depan manusia menjalankan amar ma’ruf nahy munkar berdasar iman,
merupakan umat yang terbaik, umat yang terpilih.
2. Ayat sebelumnya mengecam ahl al-Kitab yang bercerai berai dalam
menanggapi diutusnya Nabi Muhammad SAW. ayat selanjutnya menjamin, jika ahl
al-Kitab itu beriman, maka akan menjadi umat yang terbaik pula.
C.
Tinjauan Historis
Diriwayatkan bahwa Malik bin al-Dayif dan Wahb bin Yahudza yang keduanya
keturunan yahudi berkata kepada Ibn Mas’ud, Mu`adz bin Jabal dan Ubay bin
Ka’b ديننا خير مما تدعونا إليه ونحن افضل منكم agama
kami lebih baik dari agama yang kalian da’wahkan, bangsa kami lebih unggul di
banding kalian. Tidak lama
kemudian turunlah Qs.3:110 ini sebagai bantahan terhadap mereka.[1] Umat yang terbaik, setelah diutusnya Nabi Muhammad
SAW sebqagai rasul, bukanlah yahudi atau nahrani, tapi umat Islam.
D.
Tafsir Kalimat
1. كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ Kamu adalah umat yang terbaik
Perkataan كُنْتُمْ berasal
dari كَانberma’na keadaan, dan تُم berasal
dari أنْتُم yang
berarti kamu sekalian. Siapakah yang dikasud dengan أنْتُم yang
berarti kamu sekalian pada ayat ini? Ibn al-Jauzi, yang menurutnya bersanadkan
pada Ibn Abbas, berpendapat (1) انهم أهل بدر tentara
muslim yang ikut perang Badar, (2) انهم المهاجرون al-Muhajirun (kaum
muslimin yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah), (3) جميع الصحابة seluruh shahabat
Rasul, (4) جميع امة محمد صلى الله seluruh umat Nabi
Muhammad yang beriman.[2] Sedangkan خَيْرَ berarti terpilih,
dan terbaik. Namun seperti diungkap dalam bahasan terdahulu, kategori baik yang
diistilahkan خَيْر adalah
yang dianggap baik dan terpilih secara syari’ah, walau mungkin oleh sebagian
manusia tidak dianggap sebagai kebikan. Pada ayat ini ditegaskan bahwa kaum
muslimin itu menjadi umat terbaik, dan terpilih. Menurut sebagian ulama, yang
dimaksud terbaik atau terpilih di sini, utamanya di sisi Allah SWT.[3] Menurut Abu Hurairah, yang dimaksud خَيْرَ أُمَّةٍdi sini adalah خير الناس للناس sebaik-baik manusia
untuk manusia.[4] Jika ayat ini dikaitkan dengan ayat sebelumnya
(Qs.3:102-104), dapat difahami bahwa yang menjadi umat terpilih itu adalah yang
memenuhi kriteria (1) iman, (2) taqwa, (3) membela Islam, (4) berpegang teguh
pada tali Allah, (5) berjamaah, (6) menjaga kesatuan ukhuwah, (7) mensyukuri
ni’mat, (8) menjauhi permusuhan, (9) berda’wah, (10) amar ma’ruf, (11) nahy
munkar.
2. أخْرِجَتْ لِلنَّاسِ yang dilahirkan untuk manusia,
Perkataan أُخْرِجَتْ asal
artinya adalah dikeluarkan, menurut al-Jalalain adalah أُظْهِرَت ditampakkan,
ditampilkan, atau dizhahirkan لِلنَّاسِ untuk manusia.[5] Sifat ini merupakan syarat agar menjadi umat terbaik
mesti tampil di hadapan manusia, eksistensinya nampak. Eksistensi tersebut
tentu saja dalam memberi manfaat untuk manusia lain, bukan menjadi beban
mereka. Rasulul saw. bersabda: أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِmanusia
yang paling dicintai Allah adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi yang
lainnya.Hr.al-Thabarani.[6] Redaksi lainnya berbunyi خير الناس أنفعهم للناس Manusia paling baik adalah yang paling
banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”Hr. al-Qadla`iy.[7] Kehidupan manusia agar menjadi indah, menyenangkan,
dan sejahtera yang disebut الْمُفْلِحُون pada ayat 104,
membutuhkan manusia-manusia seperti itu. Menjadi apa pun, manusia mu`min akan
menjadi yang terbaik; apa pun peran dan fungsinya maka segala yang dilakukan
adalah hal-hal yang membuat orang lain, lingkungannya menjadi bahagia dan
sejahtera. Peranan أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِjuga berma’na tampil menjadi pemimpin dalam segala aspek kehidupan yang
lebih baik.
3. تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ menyuruh kepada yang ma`ruf,
Keritera umat terbaik berikutnya adalah memerintah yang ma’ruf. Seperti
dikemukakan pada bahasan yang lalu, peranan ini tidak mungkin bisa dilakukan
oleh orang yang tidak memeiliki kekuasaan untuk memerintah. Oleh karena itu
menjadi manusia terbaik mesti memiliki kekuasaan untuk memerintah yang ma’ruf.
Semakin tinggi kekuasaannya untuk amar ma’rum semakin mulia kedudukannya
sebagai umat pilihan. Semakian sering beramar ma’ruf semakin tinggai derajatnya
bakal diraih. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ قَامَ رَجُلٌ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ
عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ
diriwayatkan
dari Darrah binti Abi Lahab, seorang laki-laki menghadap Rasul SAW tatkala
berada di atas mimbar. Orang itu bertanya Wahai Rasul manusia seperti apakah
yang terbaik itu? Rasul bersabda: Manusia terbaik adalah yang paling baik dalam
membaca al-Qur`an, yang paling taqwa, paling bagus amar ma’ruf, paling banyak
nahy munkar, dan baik baik dalam menjalin silaturahimnya. Hr. Ahmad.[8] Dan dalam riwayat lain ada tambahan أفْقهُهُم فِي دين الله paling faham dalam bidang agama Allah SWT.
Secara garis besarnya, essensi hadits tersebut dalam digambarkan seperti
berikut:
4. وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَر dan mencegah dari yang munkar,
Keriteria manusia terbaik berikutnya adalah nahy munkar, yaitu mencegah
kemunkaran.
Rasul SAW bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
barangsiapa
yang melihat kemunkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan. Jika tidak mampu
maka hendaklah mengubahnya dengan lisan. Jika tidak mampu hendaklah mengubahnya
dengan sikap dalam hati. Namun yang terakhir ini adalah orang yang paling lemah
imannya. Hr.Msulim, Abu Daud,
dan al-Tirmidzi. [9]
Berdasar hadits ini, orang yang paling tinggai derajat imannya adalah yang
bisa memberantas kemunkaran dengan tangan, alias kekuasaannya. Orang yang tidak
berdaya dalam memberantas kemunkaran, melainkan hanya dalam hati, maka paling
lemah imannya. Semakin berkuasa memberantas kemunkaran, semakian tinggi dan
kuat imannya. Semakian rendah kualitas dalam memberantas kemunkaran maka
semakin rendah pula nilai keimanannya. Dalam riwayat lainnya, Rasul SAW
bersabda:
إنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لا يُغَيِّرُونَهُ
أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ الله بِعِقَابِه
Sesungguhnya
manusia yang jika melihat kemunkaran dan tidak mencegahnya, maka Allah akan
menimpakan siksaan-Nya secara keseluruhan. Hr. Ibn Abi Syaybah dan Ibn Majah. [10]
5. وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ dan beriman kepada Allah.
Keriteria manusia terbaik yang laing pokok adalah beriman jepada Allah.
Yang dimaksud beriman pada Allah tentu saja mencakup atas segala yang mesti
diimani berdasar apa yang diajarkan-Nya. Keimanan baru dianggap bnar apabila
mengimani seluruh apa yang mesti diimani yaitu enam rukunnya. Dalam hadits
diterangkan lebih rinci bahwa rukun iman itu adalah enam.
Rasul SAW bersabda:
أنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
iman adalah beriman pada Allah,
mala`ikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, pada hari akhir dan pada taqdir
baik dan buruknya. Hr. Ahmad.[11]
Dengan demikian kepercayaan seratus prosen hanyalah kepada yang enam yang
disebutkan dalam hadits ini. Tidak ada yang mesti dipercayai sepenuhnya selain
pada apa yang tersirat dan tersurat pada rukun iman tersebut. Inilah perinsip
pertama dan utama untuk mencapai derajat kebaikan. Itulah sebabnya ulama aqidah
memberikan definsi iman denganالتَّصْدِيْق بِمَا جَاء بهِ النَّبِي صلى الله عليه وسلم membenarkan apa yang
dibawa oleh nabi Muhammad SAW, yang diucapkan oleh lisan, diyakini dalam hati
serta diwujudkan dalam amal perbuatan.
6. وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُم Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
Jika ahl al-Kitab itu beriman sebagaimana mestinya termasuk mengimani Rasul
SAW dan ajaran yang dibawanya, maka mereka akan menjadi umat terbaik pula.
Tegasnya yahudi nashrani, atau pun bani Isrta`il lainnya, saat ini tidak
menjadi manusia terbaik lagi, kecuali yang telah beriman kepada enam rukunnya,
menjadi muslim yang menjalankan al-Qur`an dan sunnah Rasul SAW. Jika berbagai
ayat mengungkapkan bahwa Bani isra`il itu telah diangkat derajatnya di atas
bangsa lain, maka jelaslah yang beriman. Sejak Rasul SAW diutus maka derajat
manusia tidak dibedakan oleh ras atau keturunan mana, melainkan ditentukan oleh
derajat keimanan dan ketaqwaannya. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak mau
beriman kepada Rasul SAW, maka tidak meraih derajat terbaik, sebqai mana ditegaskan
pada pengunci ayat.
7. مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik
Ada di antara ahl al-kitab yang beriman seperti di jaman Rasul SAW antara
lain Abd Allah bin Salam, Asad, Usaid bin Ka’ab. Namun kebanyakan di antara
mereka ada yang fasiq. Bahkan ada yang menjadi musuh Islam serta memerangi kaum
muslimin. Di antara ahl al-Kitab yang sangat memusuhi Islam adalah Ka’b bin
Asyraf, Huyay bin Akhthab.
E. Beberapa
Ibrah
1. Umat Islam adalah umat yang terbaik karena eksistentsinya nampak di
hadapan manusia, selalu amar ma’ruf dan anhy munkar yang dilandasi iman dengan
sebenar-benarnya iman.
2. Siapa pun tidak akan meraih derajat sebagai umat terbaik atau khaira
ummah kecuali yang beriman, eksis di hadapan manusia, amar ma’ruf dan nahy
munkar.
3. Ahlul kitab seperti Bani isra’il akan menjadi baik bila mereka beriman
kepada Allah, kepada Nabi Muhammad SAW dan al-Qur`an. Di antara mereka ada yang
beriman, tapi kebanyakan fasiq, sehingga bani isra`il tidak lagi memiliki
kelebihan di banding bangsa lain.
Penjelasan
:
Dan berikut ini
adalah pembahasan singkat mengenai ayat di atas menurut ulama ahli tafsir dan
ulama ulama lainya:
Lafadz kana sewaktu
waktu bisa tammah atau naqish bahkan zaidah, para ahli tafsir berihtilaf
mengenai kata tersebut dengan beberapa pendapat :
1. Kana
tammah maknanya wuku’ artinya telah
tiba dan hudustartinyatelah ada/datang,
maka kana tersebut tidak membutuhkan khabar, karena itu khairu
ummah memiliki makna hal artinya keadaan dan
ini merupakan pendapat sebagian besar ulama’ ahli tafsir.
2. Kana
naqish, maka lafadz tersebut mengandung pernyataan ; kata kana adalah
suatu ibarat (pembahasan) keadaan yang lalu atas jalan
menyamarkan , dan tidak menunjukkan suatu putusan yang baru (masa lampau),
sehingga ternyata kalian di lauhul mahfud sebagai khairu ummah.
3. Kana
zaidah(penambah), sebagian ahli sastra arab mengatakan menyimpan atau
mendhohirkan kana adalah sama, kecuali sebagaita’kidartinya memperkuat.
4. Kemungkinan
keempat kana dengan makna sharabermaknajadi/jadilah,
sehingga ketika manusia memerintahkan kepada suatu kebajikan dan melarang
perbuatan yang munkar, maka jadilah kalian sebagai khairu ummah.
Kandungan
isi dari Qs Ali imran 3:110
1. Allah
memerintahkan orang-orang yang beriman dengan perintahNya, dan melarang mereka
dengan sebagian lagi, serta menakuti mereka agar mereka tidak menyekutukan
Allah seperti ahli kitab karena pembangkanganya dan kedurhakaanya, setelah itu
di jelaskna pahala pahala orang orang yang taat, dan siksaan bagi orang orang
kafir. Allah memberikan tanggung jawab kepada orang yang beriman untuk mampu
melaksanakan perintah dengan penuh kepatuhan dan ketaatan dan Allah melarang
pembangkangan dan kemaksiatan.
2. Selanjutnya
Allah mengikutkan ketentuan ketentuan tadi degan jalan meminta tanggung
jawab kaum mukmin atas kepatuhan dan ketaatan, sesui dengan firman Allah “Kamu
adalah umat yang terbaik yang di lahirkan untuk manusia”.
3. Sesungguhnya
Allah telah mempersiapka Umat Muhammad sebagai umat yang terbaik sejak di lauh
mahfudh, oleh karena itu kalian tidak layak membatalkan keutamaan ini atas diri
kalian, dan juga tidaklah pantas menghilangkan keutamaan terpuji ini, dengan
ketentuan lain, artinya kalian harus tetap patuh dan taat terhadap setiap
taklif.
4. Sesungguhnya
Allah telah menceritakan kehancuran dan kecelakaan orang orang kafir melalui
firmaNya “Adapun orang orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada
mereka di katakan) kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakan
adzab kekafiranmu itu” (QS Ali Imran 3:106). Selanjutnya kesempurnaan
kebahagiaan orang orang yang beriman, dengan firmanNya “Adapun orang
orang yang menjadi putih berseri mukanya, mereka berada dalam rahmat Allah
(surga), mereka kekal di dalamnya” (QS Ali imran 3:108).
Wa Allahu
a’lam bi shawab
[1] Ibn al-Jawzi (508-597H), Zad al-Masir, I h.438,
al-Asqalani (773-852H), al-Ijab fi Bayan al-Asbab, II h.733
[2] Zad al-Masir, I h.438
[4] Shahih al-Bukhari, IV h.1660
[8] Musnad Ahmad, VI h.432
[9] Shahih Muslim (w.261), I h.69 , Sunan Abu Daud
(w.275), I h.296, dan Sunan al-Tirmidzi (w.279) IV h.469,
[10] Hr. Ibn Abi Syaibah (w.235), VII h.505 dan Sunan
Ibn majah (w.275), II h. 1327
[11] Musnad Ahmad, no.186
No comments:
Post a Comment