Pangeran Sambernyowo : Nama asli beliau adalah Raden Mas Said, yang
Kelak bertahta di Surakarta dengan gelar KGPAA Mangkunegara I.
Beliau bergerilya melawan penjajah Belanda sejak usia 18 hingga 32
tahun. Jadi selama 17 tahun, hidupnya diabdikan untuk mengusir penjajah. Ia
mempunyai garwa padmi anak dari Pangeran Mangkubumi. Mertua dan menantu ini
bahu membahu bergerilya dari desa ke desa. Tetapi di tengah perjuangan itu
Pangeran Mangkubumi berhasil dibujuk oleh Gubernur Jenderal Batavia untuk
ditahtakan di Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Hamengku Buwono I.
Pangeran Sambernyawa sangat merakyat dannperjuangannya melawan penjajah
Belanda juga bahu-membahu bersama rakyat, Sehingga beliau dalam menyatukan
pasukannya selalu dengan pekikan: “Tiji tibeh, mati siji mati kabeh, mukti siji
mukti kabeh. Artinya dalam berjuang mengusir penjajah kalau satu mati, semua
harus berjuang sampai mati. Kalau satu berjaya, semua juga harus berjaya. Sama
rata sama rasa sama bahagia.
Di tengah perjalanan, di sebuah desa Matah, beliau beristirahat untuk
beberapa waktu. Pada malam hari ada seorang warga desa yang nanggap wayang.
Beliau hanya menonton dari jauh. Tiba-tiba Pangeran Sambernyowo melihat sinar
dari langit turun ke halaman tempat perhelatan. Beliau mendekati cahaya itu dan
ternyata berasal dari paha salah seorang penonton, seorang gadis yang kainnya
tersingkap. Beliau lalu menyobek kain sang gadis di dekat pengasihan. Pada
malam itu hampir semua penonton perempuan tertidur pulas, termasuk sang gadis
yang kainnya tersingkap tadi.
Setelah pertunjukan usai, sang ajudan diminta memanggil seluruh penonton
perempuan dan berbaris berjajar di hadapan Raden Mas Said. Setelah melihat
gadis yang kainnya disobek tadi maka RMS meminta agar sang gadis bisa segera
membawa ayahnya ke hadapannya.
Begitu sang ayah dihadapkan ternyata ia adalh Kyai Nuriman guru
ngajinya. maka dimintalah Rubiyah, nama gadis tersebut sebagai istri. Lalu
diberi gelar RAy Patahati, karena lahir di desa Matah dan mematahkan hati sang
Pangeran.
Tembang ke-dua Dhandahanggula adalah untuk menggambarkan siapa Rubiah
yang cantik dan kelak menjadi kepala prajurit wanita yang selalu unggul dalam
peperangan. Dan putra-putrinya kelak, atas didikan sang ayahanda KGPAA
Mangkunegara I, setiap panen padi, tidak ada terkecuali seluruh anggota Puri
Mangukenagaran harus turun ke sawah untuk ikut ani-ani memanen padi.
Pada usia 22 tahun, R. M. Sahid dijodohkan dengan putri P. Mangkubumi
yaitu R. A. Inten. Oleh mertuanya itu nama R. M. Said diberi gelar Pangeran Adipati Hamengkunegoro Senopatining Panata Baris Lalana
Adikareng Nata.Pesanggrahan mereka berada di Mataram. Maka atas
penghormatan sang menantu, P. Mangkubumi ditahtakan di Ngayogyakarta
Hadiningrat dengan gelarKangjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati ngalaga Abdurrahman Sayidin
Panatagama. R.
M. Sahid kemudian diangkat sebagai patih sekaligus panglima perang dan bergelar
Senopati Kawasa Misesa Wadya. Selama 9 tahun mereka melawan Kartasura dan
Belanda.
Ketika R. M. Said berusia 28 tahun, terjadi perselisihan dengan P.
Mangkubumi yang sekaligus paman dan mertuanya. Pangkal perselisihan adalah
ketika Paku Buwono II wafat, kerajaan diserahkan kepada Belanda. Belanda
kemudian membujuk Mangkubumi akan diberi kekuasaan, yang disahkan dalam
Perjanjian Giyanti (1755M). Inti perjanjian adalah kekuasaan Mataram
dipecah dua. P. Mangkubumi diberi kekuasaan baru di Yogyakarta yang kemudian
disebut Kesultanan dan PB III berkuasa di Surakarta yang kemudian disebut Kasunanan.
Mangkubumi lalu berganti gelar Sultan Hemengku
Buwono Senopati Ngalogo Abdurarahman Sayidin Panatagama.
R. M. Said bercita-cita menyatukan
kembali Mataram, maka ia terus berperang melawan Belanda, dan itu berarti
melawan Kasultanan dan Kasunanan yang mau bekerjasama dengan Belanda. R. M.
Said dalam berperang melawan Belanda dan juga Kasunanan dan Kasultanan memakan
waktu 16 tahun dan terdiri atas 250 peperangan. Ia sendirian melawan
Belanda, Hemengkubuwono I (P. Mangkubumi), dan Paku Buwono III.
Taktik penyerangan dengan menggunakan 3 cara: dhedhemitan, weweludan,
dan jejemblungan. Menghindar dari musuh yang berjumlah besar, menyerang
musuh ketika lengah dengan secepat-cepatnya, bunuh musuh sebanyak-banyaknya,
setelah itu pergi dan menghilang. Karena taktik itulah kemudian Raden Mas Said
dijuluki Pangeran Sambernyawa.
Catatan:
Saat menulis artikel ini saya terganggu oleh beberapa telepon yang tidak
harus tidak harus saya angkat. Pergulatan kekuasaan raja-raja Jawa selalu penuh
dengan intrik dan tipu daya. Mengapa Belanda harus menaklukkan semua raja-raja
di Nusantara? Karena ia ingin memboyong semua emas kepunyaan Raja-Raja
Nusantara ke Belanda. Hanya Amangkurat I yang emasnya tidak dibawa karena mau
menjadi penjilat Belanda.
Seluruh kekayaan Kekuasaan Nusantara yang dibawa ke Belanda mencapai
57.150 ton lebih emas batangan. Setelah Belanda kalah dengan Jerman, kemudian
emas tersebut dipindahkan ke Bank Zurich di Jerman. Dan ketika Jerman kalah
oleh Amerika, emas itu semua diboyong sebagai rampasan perang ke Amerika. Itulah yang pada suatu hari nanti terjadi perjanjian Green Hilton antara
Soekarno dan Kennedy.
Intinya Amerika mengakui bahwa emas itu milik raja-raja
Nusantara akan tetapi tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa kekayaan itu
bisa ditarik kembali. Dalam perjanjian itu Sukarno tetap meneken dengan catatan
bahwa sewanya per tahun 2 - 3%. Dan kolateral inilah yang dijadikan aset
mendirikan Bank Dunia. Hingga tahun 2008 kalau dihitung bunganya sudah hampir
sama dengan nilai aset semula.
darimana raja-raja nusantara mempunyai emas sebanyak itu? Investigasi
yang menarik. Apabila tulisan ini diseyujui oleh 1 juta orang, saya akan buka
sejarahnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ideologis, secara ilmih, dan
secara historis. Termasuk apa sih kesimpulan pertemuan raja-raja Nusantara
tahun 2000 di Bali?
Sumber : George
Soedarsono Esthu - Kompasiana
Website
: www.kompasiana.com/soedarsonoesthu
Referensi : http://sejarah.kompasiana.com/2011/11/28/pangeran-sambernyowo-416519.html
No comments:
Post a Comment