Syekh Adussalam bin
Masyisy : Bagi kebanyakan ulama, bahkan masyarakat bisa di
Maroko, nama Maulay Adussalam bin Masyisy sudah tidak asing lagi. Beliau,
sebagamana tercatat dalam kitab at Thabaqat as Syadziliyah al Kubro
karangan Syekh Hasan bin Muhammad bin Qasim at Tazy. Beliau ini Sayikh Adussalam
bin Masyisy merupakan guru dari tiga wali quthub (pemimpin para wali). Tiga
wali dimaksud yaitu
1. Syekh Ahmad al Badawi yang juga merupakan murid dari
wali quthub Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan Syekh Ahmad Rifai
2. Syekh Ibrahim Ad Dusuqi
3. Dan Syekh Abu al Hasan Ali bin Abdillah as
Syadzili (Pendiri tarekat Syadziliyah).
Beliau dalam dunia perwali-an masuk kategori “al
Ghouts” yang berarti penuntun atau pembimbing kepada kebaikan dan kebagusan,
khususunya dalam menuju makrifat kepada Allah SWT., atau ”Quthbul Aqthab”
(Pemimpinnya para pemimpin wali).
Maulay Abdussalam bin Masyisy dengan kedalaman ilmu dan kezuhudannya yang
tinggi adalah sosok yang sangat tertutup dan tidak ingin di kenal oleh manusia.
Hal ini bisa dilihat dari salah satu doa beliau : “Ya Allah aku mohon
kepada-Mu agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali
bagiku selain kepada-Mu“. Allah SWT pun akhirnya mengabulkan permohonan
beliau tersebut dan karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang
mengenal beliau kecuali waliyullah Syeikh Abu al Hasan as-Syadzili.
Perkenalan dan pertemuan agung beliau dengan muridnya, Syeikh Abu al Hasan as
Syadzili, berawal saat Syeikh Abul Hasan, yang saat itu di puncak perasaan yang
dahsyat untuk bertaqarrub kepada Allah swt. berharap hatinya penuh cahaya
ma’rifatullah, mengembara mencari Mursyid yang Quthub. Sampailah beliau ke
negeri para wali di Irak. Dari satu wali ke wali lain yang beliau temui belum
juga membuatnya puas sebelum bertemu dengan seorang wali quthub di zaman
itu. Padahal dari Maroko Syeikh Abul Hasan menembus ribuan kilometer menuju
Irak, mengarungi padang sahara yang luar bisa luasnya, demi mencapai
cita-citanya yang luhur.
Akhirnya beliau bertemu dengan salah seorang wali di Irak. ketika itu sang wali
yang beliau temui berkata kepadanya: “Wahai anak muda, engkau mencari Quthub
jauh-jauh sampai di sini. Padahal orang yang engkau cari itu sebenarnya di
negeri asalmu sendiri. Beliau adalah Quthubuz zaman yang agung saat ini.
Sekarang pulanglah engkau ke Maghrib (Maroko) dari pada bersusah payah
berkeliling di negeri ini. Saat ini beliau sedang berkhalwat di puncak gunung
di sebuah gua. Temuilah beliau dan cari di sana”
Setelah itu beliau bergegas menuju Maroko dan kembali ke desanya Ghamarah,
tempat dimana beliau dilahirkan. Hatinya tak terbendung untuk segera bertemu
dengan Sang Quthub yang menetap di pucuk gunung (jabal al ‘alam) itu. Ketika
menempuh jalan berliku menuju puncak gunung itu Syeikh Abul Hasan akhirnya
bertemu juga dengan Sang Quthub tersebut.
Kemudian Sang Quthub (Maulay Abdussalam bin Masyisy) memerintahkannya
berkali-kali untuk mandi di dekat gua yang kebetulan ada air untuk mandi dan
berwudlu, hingga beliau sadar bahwa perintah tersebut untuk mensucikan diri
dari hal-hal yang berkaitan dengan keangkuhan dan kesombongan.
Lalu saat beliau keluar dari bersuci dan menghadap dalam keadaan faqir, dari
arah gua itu muncul sosok yang tampak lanjut usia dengan pakaian yang
sederhana, dan dengan songkok dari anyaman jerami Seraya berkata, “Marhaban
Wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar, dst.. dengan menyebut nasab Syeikh
Abul Hasan sampai ke Rasulullah SAW”.
Mendengar itu semua Syeikh Abul Hasan semakin takjub. Belum sempat mengeluarkan
kata, Sang Quthub itu melanjutkan, “Wahai Ali, engkau datang kepadaku sebagai
fakir baik dari segi ilmu maupun amalmu, maka engkau akan mengambil dariku
semua kekayaan, dunia hingga akhirat”.
Bahkan beliau melanjutkan, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya sebelum engkau datang
ke sini, Rasulullah saw. telah memberi tahu kepadaku segala hal tentang
dirimu, serta akan kedatanganmu hari ini. Selain itu aku juga mendapatkan tugas
dari beliau agar memberikan pendidikan dan bimbingan kepadamu. Oleh sebab itu
ketahuilah bahwa kedatanganku kemari sengaja untuk menyambutmu…”. (Lihat: al-Quthb as-Syahid Sidi Abdussalam bin Masyisy karya Imam Abdul Halim Mahmud: 16)
Begitulah sedikit gambaran tentang Sang ”Quthbul Aqthab” atau “Al Ghouts”,
Maulay Abdussalam bin Masyisy. Beliau adalah Abdussalam bin Masyisy bin Malik
bin Ali bin Harmalah bin Salam bin Mizwar bin Haidarah bin Muhammad bin Idris
al-Akbar bin Abdullah al-Kamil bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sabth
bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra putri Rasulullah SAW. Lahir pada
tahun 559 H bertepatan dengan 1198 M dan wafat pada tahun 622 H (1261 M).
Semasa hidupnya beliau memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam
menuntut ilmu serta menjaga awrad (baca’an-bacaan zikir dan doa) hingga sampai
kepada jalan menuju makrifah kepada Allah swt.. Dalam bidang ilmu pengetahuan
salah satunya beliau berguru pada Syeikh Ahmad yang di juluki “Aqtharaan”,
dimakamkan di daerah Abraj dekat pintu Tazah. Dalam bidang tasawuf di antara
para gurunya adalah Syeikh Abdurrahman bin Hasan al-’Aththar yang terkenal
dengan “az-Ziyyaat”. Dari beliau Ibnu Masyisy belajar tentang ilmu mua’amalah
(interaksi sosial) dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai dengan
akhlak baginda Rasulullah SAW.
Meski tidak banyak meninggalkan karangan, namun salah satu warisan yang sangat
penting dan berharga dari beliau adalah teks “Shalawat Masyisyiah”, yaitu
sebuah shalawat yang jika kata-katanya berbaur atau di ucapkan oleh ruh maka
akan membuat pemilik ruh tersebut terasa melayang di udara dari keluhuran dan
keindahan alam malakut. Shalawat yang memiliki banyak rahasia dan keutamaan
serta mampu memberikan pancaran cahaya Ilahi bagi para pengamalnya.
Adalah merupakan anugrah bagi penulis ketika bisa menziarahi makam beliau
”Quthbul Aqthab”, Maulay Abdussalam bin Masyisy. Tepat pada hari selasa, 16
April 2013 penulis ikut dalam rombongan Abuya Syeikh Nuruddin Marbu al Banjari
yang kebetulan sedang di Maroko dan berniatan ziarah ke makam tersebut.
Wallahua’lam bisshawab. (Ali Syahbana/Red:Anam)
Sumber nu.or.id
No comments:
Post a Comment