03 September 2014

Kisah Kiyai Hamid Pasuruan 2

Kyai Hamid menikah pada usia 22 tahun dengan sepupunya sendiri yaitu dengan Nyai Hj. Nafisah Binti KH Ahmad Qusyairi Bin KH Muhammad Shiddiq Jember. Dan  KH Muhammad Shiddiq Jember atau yang terkenal dengan panggilan Mbah Shiddiq merupakan kakek dari Kyai Hamid Pasuruan, disebabkan karena ibu kandung Kyai Hamid sendiri merupakan putri dari Mbah Shiddiq. Makam Mbah Shiddiq sendiri berada di utaranya Bank Indonesia (BI) Cabang Jember atau Selatanya Kantor Telkomsel Jl Gajah Mada Jember.

Kyai Hamid dikarunia enam anak, satu di antaranya putri. Diantara putra-putra beliau yaitu Gus Nu’man, Gus Nasikh (Almarhum) yang menikah dengan orang Curah Malang- Rambipuji Jember dan terahir Gus Idris. Kyai Hamid menjalani masa-masa awal kehidupan berkeluarganya tidak dengan mudah. Selama beberapa tahun ia harus hidup bersama mertuanya di rumah yang jauh dari mewah. Untuk menghidupi keluarganya, tiap hari ia mengayuh sepeda sejauh 30 km pulang pergi, sebagai blantik (broker) sepeda. Sebab, kata ldris, pasar sepeda waktu itu ada di desa Porong, Pasuruan, 30 km ke arah barat Kotamadya Pasuruan.

Kesabarannya bersama juga diuji. Hasan Abdillah menuturkan, Nafisah yang dikawinkan orangtuanya selama dua tahun tidak patut (tidak mau akur). Namun beliau menghadapinya dengan sabar. Kematian bayi pertama, Anas, telah mengantar mendung di rumah keluarga muda itu. Terutama bagi sang istri Nafisah yang begitu sangat sedih, sehingga Kyai Hamid merasa perlu mengajak istrinya itu ke Bali, sebagai pelipur lara. Sekali lagi Nafisah dirundung kesusahan yang amat sangat pilu setelah bayinya yang kedua yaitu Zainab juga meninggal dunia, padahal umurnya baru beberapa bulan. Lagi-lagi kiai yang bijak itu membawanya bertamasya ke tempat lain.


KH. Hasan Abdillah, adik dari istri Kiai Hamid, menuturkan seperti layaknya keluarga pada umumnya, Kyai Hamid pernah tidak disapa oleh istrinya selama empat tahun. Tetapi tak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Bahkan sedemikian rupa ia dapat menutupinya sehingga tak ada orang lain yang mengetanuinya. “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga, ndak endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”, katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.

Kesabaran beliau juga diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menut Idris, tidak pernah mendapat marah, apalagi pukulan dari ayahnya. Menurut ldris, ayahnya lebih banyak memberikan pendidikan lewat keteladanan. Nasihat sangat jarang diberikan. Sikap tawadlu’ sering beliau sampaikan dengan mengutip ajaran Imam Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam; “Pendamlah wujudmu di dalam bumi khumul (ketidakterkenalan)” . Artinya janganlah menonjolakan diri. Dan ini selalu dibuktikan dalam kehidupannya sehari-hari. Bila ada undangan suatu acara, beliau memilih duduk bersama orang-orang biasa, di belakang. Kalau ke masjid, dimana ada tempat kosong disitu beliau duduk, tidak mau duduk di barisan depan karena tidak mau melangkahi tubuh orang.

Kelembutan suaranya sama persis dengan kelembutan hatinya. Beliau mudah sekali menangis. Apabila ada anaknya yang membandel dan akan memarahinya, beliau menangis dulu, akhirnya tidak jadi marah. “Angel dukane, gampang nyepurane”, kata Durrah, menantunya. Kebersihan hatinya ditebar kepada siapa saja, semua orang merasa dicintai beliau. Bahkan kepada pencuri pun beliau memperlihatkan sayangnya. Beliau melarang santri memukuli pencuri yang tertangkap basah di rumahnya. Sebaliknya pencuri itu dibiarkan pulang dengan aman, bahkan beliau pesan kepada pencuri agar mampir lagi kalau ada waktu.


Inilah beberapa Karamah Allah untuk KH. Abdul Hamid
- Pada masa orde baru, partai yang berkuasa saat itu ingin mengajak kyai Hamid masuk partai pemerintah. kyai Hamid menyambut ajakan itu dengan ramah dan menjamu tamunya dari kalangan birokrat itu dengan baik. ketika surat persetujuan masuk partai pemerintah itu disodorkan bersama pulpennya, kyai hamid menerimanya dan menandatanganinya. anehnya pulpennya tak bisa keluar tinta, diganti polpen lain tetap tak mau keluar tinta. ahirnya kyai hamid berkata "bukan saya lo yang gak mau, bolpointnya yang gak mau". itulah kyai Hamid dia menolak dengan cara yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu kerumahnya.

- Said Amdad Pasuruan, seorang rasional. Mendengar kewalian Kiai Hamid yang tersohor kemana-mana, dia jadi penasaran. Suatu kali ia ingin mengetes, “Saya ingin diberi makan Kiai hamid. Coba dia tahu apa tidak” katanya dalam hati ketika pulang dari Surabaya. Setiba di Pasuruan dia langsung ke pondok Salafiyah pesantrennya Kiai Hamid.  Waktu itu bersamaan dengan jamaah sholat isya. Sehabis sholat isya ia tidak langsung keluar, tetapi membaca wirid dulu.

Sekitar pukul 20.30 WIB, jamaah yang di masjid sudah pada pulang semua. Terlihat lampu teras rumah Kiai Hamid pun juga sudah dipadamkan, Said melangkah keluar dari dalam masjid. Tetapi tiba-tiba said melihat ada seseorang yang melambaikan tangan dari rumah Kiai Hamid. Dia pun menghampiri. Ternyata yang melambaikan tangan adalah tuan rumah alias Kiai Hamid. “Makan disini ya,” kata beliau. Diruang tengah hidangan sudah ditata. “Maaf ya, lauknya seadanya saja. Sampeyan tidak bilang dulu sih” kata Kiai Hamid dengan ramahnya. Said merasa di sindir, sejak itu dia percaya Kiai hamid adalah seorang wali.

- Asmawi gundah gulana, Ia harus membayar hutang yang jatuh tempo. Jumlahnya Rp. 300.000,- jumlah itu sangat besar untuk ukuran waktu itu. Hutang itu buat pembangunan masjid. Asmawi sempat menangis saking sedihnya. Dia  berpikir darimana ia bisa memperoleh uang sebanyak itu? Pikirannya jadi buntu.

Asmawi pun melapor ke Kiai Hamid. “Laopo nangis sik onok yai, (mengapa menangis masih ada kiai)” beliau menghibur. Lalu Kiai menyuruh menggoyang-goyangkan pohon kelengkeng di depan rumah beliau. Daun-daun yang berguguran disuruh ambil, diserahkan kepada Kiai Hamid. Beliau meletakan tangannya dibelakang tubuh, terus memasukannya ke saku. Begitu dikeluarkan ternyata daun-daun di tangannya berubah menjadi uang kertas. Beliau menyuruh Asmawi menggoyang pohon kelengkeng satunya lagi. Daunnya diambil, terus tangan beliau dibawa kebelakang tubuh (punggung) lalu dimasukkkan ke saku dan daun-daunnya sudah menjadi uang kertas. Setelah dihitung ternyata jumlahnya Rp 225.000,- Alhamdulilah masih kurang Rp. 75.000,- Tiba-tiba ada tamu datang memberi Kia Hamid Rp. 75.000,- jadi pas.

Berikut ini adalah salah satu amalan Kiai Hamid yang biasa beliau lakukan dan beliau ijazahkan kepada orang-orang :


1. Membaca Surat Al-Fatihah 100 kali tiap hari. Menurut beliau, orang yang terbiasa istiqomah membaca ini dengan izin Allah akan mendapatkan banyak keajaiban-keajaiban yang tiada terduga. Cara membacanya cukup mudah bisa dicicil (dibagi-bagi) dibaca 20 kali setiap selesai shalat lima waktu.
2. Membaca Hasbunallah wa ni’mal wakil sebanyak 450 kali.
3. Membaca shalawat Nariyah dan Munjiyat 1000 kali.
4. Membaca kitab Dala’ilul Khairat (Kitab yang isinya Gabungan antara ayat-ayat Allah, shlawat dan Ismul A’dham).

Berbicara atau menceritakan kisah ulang seorang ulama terlebih lagi beliau sudah berkedudukan sebagai Waliyullah fil ardi merupakan suatu oase tersendiri zaman sekarang ini. Dengan membaca sejarah ini kita tahu bagaimana ahlak, perjuangan, dakwah, kesabaran serta keihlasan mereka dalam melayani umat dan itulah yang sepatutnya kita tiru. Sekarang ini kita sangat sulit mencari ulama-ulama yang muhlisin (berhati ihlas yang tiada mengenal lelah dalam melayani umat) yang bisa dijadikan tempat rujukan keluh kesah dan curhat umat.

Mengenai karomah yang telah Allah swt berikan kepada beliau merupakan suatu khoriqul lil adat (suatu kejadian yang tidak biasa di mata orang umum) yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, itu sengaja Allah swt berikan untuk mereka, itu karena ibadah yang mereka lakukan juga khoriqul lil adat artinya ibadah yang mereka lakukan kepada Allah juga sangat luar biasa volume, kuantitas serta kualitasnya, beda dengan ibadahnya orang pada umumnya. Ibadahnya orang kebanyakan hanya alakadarnya untuk menggugurkan kewajiban. Adakalanya kita Ibadahnya rajin ketika ada maunya atau juga ketika lagi tertimpa masalah dan ujian.

Dan tulisan ini saya ahiri dengan sebuah doa ; Doa saya kepada KH Abdul Hamid, dan ini doa dari Sahabat Anas bin Malik Ra :

DOA ANAS BIN MALIK RA

اللَّهُمَّ عَبْدُك رُدَّ عَلَيْك، فَارْأَفْ بِهِ وَارْحَمْهُ، اللَّهُمَّ جَافِ الأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ وَافْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوحِهِ، وَتَقَبَّلْهُ مِنْك بِقَبُولٍ حَسَنٍ، اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَضَاعِفْ لَهُ فِي إحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا فَتَجَاوَزْ عَن سَيِّئَاتِهِ

Artinya : Ya Allah, hamba-Mu ini telah dikembalikan kepada-Mu, maka kasihilah dia dan rahmatilah dia, Ya Allah  jauhkanlah bumi dari sisinya, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk ruhnya, dan terimalah dia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik.Ya Allah jika dia melakukan kebaikan maka lipat gandakanlah kebaikannya, dan jika dia melakukan keburukan maka abaikanlah keburukannya". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]

Sunting dan edit oleh istana kupu kupu

No comments:

Post a Comment