Sekarang di zaman ini
tahun 2014 apakah ada seorang Habib, ulama atau Kyai yang mau memberi makan dan
bahkan menyuapi orang yang menjadi musuhnya tersebut, terlebih lagi orang itu adalah
orang kafir (orang non muslim), dan terlebih lagi jika orang tersebut beragama
Yahudi. Saya pribadi sendiri jika mendengar kata Yahudi adalah suatu alergi
seperti mendengar kotoran yang najis lagi menjijikkan.
Kita sekarang
menyaksikan tayangan di media elektronik dan koran kadang sesama muslim saling
bermusuhan/ berantem karena beda partai politik, organisasi dan pemahaman,
mudah mensyirikkan, mudah memberi lebel sesat, mudah mengatakan ahli bid’ah
sebagai ahli neraka (meskipun itu bid’ah yang baik).
Liat apa yang
dilakukan oleh manusia yang paling mulia, yang paling sempurna, yang paling di
cintai Allah swt. Nabi memberi makan orang yang jelas-jelas kafir, tidak hanya
memberi makan tetapi beliau menyuapi orang kafir tersebut dan orang kafir
tersebut beragama yahudi pula. Dan orang kafir tersebut tiada henti-hentinya
memfitnah Nabi.
Didalam beragama
kenapa kita harus saling hormat menghormati, ini ada kaitanya dengan konsep
yang namanya “hidayah”. Sekarang anda menghina orang lain karena mereka kafir
yang disebabkan agama mereka (kristen, hindu, budha dll) beda dengan anda,
sangking bencinya anda kepada agama orang lain anda sering melecehkan mereka.
Yang jadi pertanyaan
saya, apakah anda berani jamin orang yang selama ini anda hina, anda lecehkan
dan rendahkan, mereka akan selamanya dalam kekafiran.
Dan sekarang ini anda
adalah seorang muslim mukmin yang taat, apakah anda bisa jamin anda akan
senantiasa dalam keadaan muslim dan beriman sampai ahir hayat anda.
Hidayah itu adalah
hak prerogratif Allah swt, jadi hidayah Allah berikan kepada saja yang Allah
kehendaki tanpa ada yang bisa menghalanginya, tanpa memandang agama, suku,
agama, ras, dan bangsa. Sekarang anda beragama Islam bisa saja esok anda
menjadi kafir, yang sekarang kafir bisa saja besok menjadi orang Islam. Maka jangan
suka merendahkan dan menghina orang beda agama dengan kita, karena mereka belum
mendapatkan hidayah.
Makanya jika anda
ingin benar-benar jadi orang yang sakti mandraguna maka ikutilah ahlak Nabi
Muhammad saw, karena beliau adalah suru tauladan yang utama. Dan Nabi kita yang
tercinta, Nabi kita yang tersayang, yang senantiasa kita ridukan, yang beliau
senantiasa hidup di dalam hati kita. Beliau Nabi Muhammad di utus menjadi Rasul
yang terahir itu untuk memperbaiki moral manusia
Kisah Nabi Muhammad saw menyuapi makanan orang kafir buta
Di sudut pasar kota Madinah ada seorang pengemis yahudi buta yang selalu
berkata kepada orang-orang, “Jangan dekati Muhammad..! Jauhi dia...! Jauhi dia...!
Dia orang gila... Dia itu penyihir... Jika kalian mendekatinya maka kalian akan
terpengaruh olehnya.”
Tak ada seorang pun yang lewat melainkan telah mendengarkan ocehannya tersebut.
Begitu pula pada seseorang yang selalu menemuinya setiap hari di sana,
memberinya makanan, hingga menyuapinya. Pengemis buta itu selalu menghina dan
merendahkan Muhammad, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di hadapan
orang yang menyuapinya itu. Tapi orang itu hanya diam, terus menyuapi pengemis
buta itu hingga makanannya habis.
Hingga akhirnya beberapa saat kemudian Rasulullah wafat. Kesedihan menaungi
hati para sahabatnya. Suasana duka pun berlangsung amat lama bagi mereka.
Seseorang yang begitu mereka cintai, mereka segani, dan begitu mereka taati
telah pergi dari sisi mereka.
Hari-hari mereka lewati begitu berat tanpa Rasulullah. Mereka akan selalu
mengenang kebersamaan mereka dengan beliau semasa hidupnya. Mereka tidak akan
pernah melupakannya.
Begitulah yang tengah terjadi pada diri Abu Bakar Ash Shiddiq, seorang sahabat
beliau yang mulia. Dia tidak akan pernah bisa melupakan kenangan bersama
Rasulullah. Justru dia dengan semangat menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang
dahulu sering dilakukan Rasulullah, tentu saja di samping ibadah-ibadah yang
wajib.
Suatu hari, dia pernah bertanya kepada Aisyah, putrinya, “Wahai, putriku,
apakah ada amalan yang sering dilakukan Rasulullah yang belum pernah
kulakukan?”
"Ya, ada, Ayah," jawab Aisyah.
"Apa itu?" tanya Abu Bakar lagi dengan penuh rasa penasaran.
Aisyah pun mulai bercerita.
Keesokan harinya, Abu Bakar berniat menunaikan amalan itu. Dia pergi menuju
sudut pasar Madinah dengan membawa sebungkus makanan. Kemudian dia berhenti di
depan seorang pengemis buta yang tengah sibuk memperingatkan orang-orang untuk
menjauhi Muhammad. Betapa hancur hati Abu Bakar menyaksikan aksi pengemis itu
yang begitu lancang menghina Rasulullah di hadapan banyak orang. Tapi dia
mencoba untuk bersabar.
Abu Bakar lalu membuka bungkusan makanan yang dibawanya dari rumah. Kemudian
dia mengajak pengemis itu duduk dan langsung menyuapi pengemis itu dengan
tangannya.
"Kau bukan orang yang biasa memberiku makanan," kata si pengemis buta
dengan nada menghardik.
"Aku orang yang biasa," kata Abu Bakar.
"Tidak. Kau bukan orang yang biasa ke sini untuk memberiku makanan.
Apabila dia yang datang, maka tak susah tangan ini memegang dan tak susah
mulutku mengunyah. Dia selalu menghaluskan terlebih dahulu makanan yang akan
disuapinya ke mulutku." Begitulah bantahan si pengemis buta.
Abu Bakar tak bisa membendung rasa harunya. Air matanya menetes tak
tertahankan. Dia kemudian berkata, “Ya, benar. Aku memang bukan orang yang
biasa ke sini untuk memberimu makanan. Aku adalah salah satu sahabatnya. Orang
yang dulu biasa ke sini itu telah wafat.”
Abu Bakar melanjutkan perkataannya. “Tahukah kau siapa orang yang dulu biasa ke
sini untuk memberimu makanan? Dia adalah Muhammad, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Orang yang selalu kau hina di depan orang banyak.”
Betapa terkejutnya pengemis Yahudi yang buta itu. Dia tak dapat berkata
apa-apa. Air matanya perlahan berlinang membasahi kedua pipinya. Dia baru sadar
betapa hinanya dirinya yang telah memperlakukan Rasulullah seperti itu. Padahal
beliau telah berbaik hati memberinya makanan setiap hari.
"Benarkah itu?" tanya si pengemis buta setelah lama merenungi apa
yang telah terjadi. "Selama ini aku telah menghinanya, memfitnahnya,
bahkan di hadapannya. Tapi dia tidak pernah memarahiku. Dia sabar menghadapiku
dengan berbagai macam ocehanku dan berbaik hati melumatkan makanan yang
dibawanya untukku. Dia begitu mulia." Tangisnya semakin menjadi.
Pada saat itu juga, di hadapan Abu Bakar Ash Shiddiq, pengemis Yahudi buta itu
menyatakan ke-Islamannya. Akhirnya dia mengucapkan dua kalimat syahadat “Asyhadu
an la ilaha illallah wa Muhammadar Rasulullah” setelah apa yang telah
dilakukannya terhadap Rasulullah.
Semoga Bermanfaat
http://istana99kupu.blogspot.com/
luar biasa mantab
ReplyDelete