Lima belas abad yang lalu, Nabi Muhammad SAW telah
memprediksi apa yang akan terjadi terhadap umat beliau. Dalam hadis sahih
riwayat Imam Muslim, beliau bersabda, “Kamu akan berlomba mendapatkan jabatan,
padahal itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat nanti.”
Dalam hadis ini, Nabi mengecam perilaku umatnya
yang menggebu-gebu mendapatkan jabatan, baik di legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif. Dalam riwayat lain, juga oleh Imam Muslim, Nabi memberikan
penegasan.
Jabatan itu merupakan sebuah skandal memalukan
yang akan dibongkar pada hari kiamat. Bila disebutkan pada hari kiamat, itu
artinya bagi pemegang jabatan yang bersangkutan tidak ada lagi kesempatan untuk
bertobat.
Maka derita pemegang jabatan tidak akan berakhir
karena itu terjadi pada hari kiamat. Sedangkan, kesempatan bertobat tidak ada
lagi.
Kepada seorang sahabat bernama Abdurrahaman bin
Samurah, Nabi menyatakan, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu minta
diberi jabatan. Apabila kamu memperoleh jabatan tanpa memintanya, kamu akan
ditolong. Tetapi, kalau kamu memperoleh jabatan karena kamu memintanya, semua
permasalahan akan dibebankan kepadamu.”
Dari hadis ini para ulama berkesimpulan, meminta
jabatan berikut segala upaya untuk itu, termasuk berkampanye dan segala
rekayasa agar dirinya terpilih untuk mendapatkan jabatan, merupakan perbuatan
yang dilarang agama.
Prediksi Nabi ini tampaknya sudah terwujud
sekarang. Banyak di antara umat beliau yang sekarang tergila-gila untuk
memperoleh jabatan, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Konon, untuk menjadi anggota DPR-RI, seseorang
harus mengeluarkan uang dari koceknya lebih dari Rp 1 miliar. Sedangkan, untuk
menjadi gubernur di sebuah provinsi yang tidak potensial, sang calon gubernur
konon harus mengeluarkan dana sebanyak Rp 150 juta.
Tampaknya, untuk konteks Indonesia masa kini,
tidak ada seorang yang memperoleh jabatan dengan gratis. Inilah bukti prediksi
Nabi, 15 abad yang lalu. Perbuatan seperti ini sudah dikecam Nabi. Apalagi,
kalau selama memegang jabatan, mereka menyalahgunakan wewenangnya.
Diberitakan, lebih dari 50 persen kepala daerah
di Indonesia, yang meliputi gubernur, bupati, dan wali kota merupakan koruptor.
Bila berita ini benar, tidak terasa selama ini kita dipimpin oleh para
koruptor.
Kami sendiri mengamati ada orang yang sebelum
memegang jabatan, ia seorang yang saleh. Ia selalu memakai serban dan ke
mana-mana disambut serta diciumi tangannya oleh masyarakat. Namun, setelah
memperoleh jabatan, perilakunya berubah total.
Ia menjadi penjahat struktural kendati masih
memakai serban. Inilah bajingan memakai serban. Maka, tepatlah prediksi Nabi di
atas, jabatan akan menjadi penyebab penderitaan tiada akhir. Apakah semua
pejabat akan memperoleh konsekuensi seperti itu? Jawabannya, tidak.
Sebab dalam sebuah pesan kepada Abu Dzar, Nabi
mengatakan jabatan itu amanah. Pada hari kiamat nanti jabatan menjadi penyebab
kehinaan dan penyesalan, kecuali yang mendapatkannya memiliki hak (kapasitas)
untuk itu dan ia melaksanakan amanah yang dipikulkan kepadanya.
Dalam hadis lain, Nabi justru menyebut keutamaan
pejabat dan imam adil, yaitu mereka yang memberikan hak kepada setiap orang
yang memiliknya. Ia justru menjadi satu dari tujuh orang yang mendapatkan
perlindungan dari Allah pada hari kiamat.
Maka mendapatkan jabatan dibolehkan apabila yang
bersangkutan memiliki kapasitas untuk itu. Adapun cara mendapatkannya tidak
berlawanan dengan tuntunan Islam dan dalam menjalankan jabatan ia berlaku adil
serta tidak menjadi penjahat struktural.
Oleh: Prof. Dr Ali Mustafa Yaqub
No comments:
Post a Comment