Pada hari pernikahanku, aku membopong
istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yang cuma berkamar satu.
sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi
kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang
pengantin pria yang sangat bahagia.
Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian
simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun
ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran
meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai
sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga
pada waktu yang bersamaan.
Anak kami sedang belajar di luar negeri.
Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi
oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka. Dew hadir dalam kehidupanku.
Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku
berdiri di balkon dengan Dew yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi
terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya.
Dew berkata , "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para
gadis." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami
baru menikah,istriku pernah berkata, "Pria sepertimu,begitu sukses, akan
menjadi sangat menarik bagi para gadis." Berpikir tentang ini, Aku menjadi
ragu- ragu. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup
menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, "Kamu harus pergi
membeli beberapa perabot, OK.? .Aku ada sedikit urusan dikantor" Kelihatan
ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya.
Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi
semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku
merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun
ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri
yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai
didepan TV.Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama.
Atau aku akan menghidupkan komputer,membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan
bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon,
"Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan? " Ia menatap
padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa
perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan
bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius. Ketika
istriku mengunjungi kantorku, Dewi baru saja keluar dari ruanganku.Hampir
seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk
menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia. Ia kelihatan sedikit
kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada
kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dew berkata padaku," He
Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk.
Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan
makan malam, ku pegang tangannya," Ada sesuatu yang harus kukatakan" Ia
duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka
dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku
terus berpikir. "Aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan
serius tapi tenang.
Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku,
tapi ia bertanya secara lembut, "kenapa?" "Aku serius." Aku
menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan
sumpit dan berteriak kepadaku,"Kamu bukan laki- laki!".
Pada malam itu, kami sekali saling
membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah
terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang
memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dew. Dengan perasaan yang amat
bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah,
mobil dan 30% saham dari perusahaanku.
Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya
jadi beberapa bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10
tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi
aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menangis
dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya.
Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah
menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah
terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah
setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek
aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis.
Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak
menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum
menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti
biasanya.
Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan
segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia
tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.
Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan
bertanya," He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah
kita ketika pada hari pernikahan kita?" Pertanyaan ini tiba-tiba
mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan.
"Kamu membopongku dilenganmu", katanya, "Jadi aku punya sebuah
permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari
sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari
kamar tidur ke pintu."
Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia
merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap
perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis. Aku memberitahukan Dewi soal
syarat- syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak
ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil
dari perceraian ini," ia mencemooh.
Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian
itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari
pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung
kami,"Wah, papa membopong mama, mesra sekali" Kata-katanya membuatku
merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10
meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan
lembut," Mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak
kita." Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu.
Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih
mudah. Ia merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium
wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan
mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak
di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, "Kebun diluar sedang
dibongkar,
hati- hati kalau kamu lewat sana ."
Hari keempat,ketika aku membangunkannya,
aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih
membopong kekasihku dilenganku. Bayangan Dew menjadi samar.
Pada hari kelima dan enam, ia masih
mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku
yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk.
Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu Dew tentang ini.
Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor
bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata adanya, "Kelihatanya tidaklah
sulit membopongmu sekarang" Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang
menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak
bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat, "Semua pakaianku
kebesaran". Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin
kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku
semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi,
aku merasakan perasaan sakit Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk
pada saat tersebut. "Pa,sudah waktunya membopong mama keluar"
Baginya,melihat papanya sedang membopong
mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak
kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku
takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia
dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya
memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti
kami kembali ke hari pernikahan
kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan
kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir, ketika aku
membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke
sekolah. Ia berkata, "Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku
sampai kita tua". Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "Antara kita
saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra". Aku melompat
turun dari mobil tanpa Sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat
pikiranku berubah. Aku menaiki tangga.
Dewi membuka pintu. Aku berkata padanya," Maaf Dewi, Aku tidak ingin
bercerai. Aku serius". Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku.
"Kamu tidak demam". Kutepiskan tanganya dari dahiku "Maaf,
Dewi,Aku Cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku membosankan
disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan,bukan
disebabkan kami tidak saling mencintai lagi.Sekarang aku mengerti sejak aku
membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya
sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu" Dewi tiba-tiba seperti tersadar.
Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan
tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan
aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku.
Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis
dalam kartu
ucapan? Aku tersenyum, dan menulis "
Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua..."
*Senyummmm*
Sumber : CinLal (Cinta Yang
Halal)
No comments:
Post a Comment