24 August 2014

Ilmu Khodam Tidak Ada Hubungnaya Dengan Tarekat


Tanya Jawab dengan Habib Lutfi Bin Yahya
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selama ini saya tertarik dengan pelajaran ilmu tarekat, tetapi selama ini pula saya bingung untuk menemukan seorang mursyid dalam hal tersebut. Saya ingin befajar Tarekat Syamaniyah, tetapi mursyid yang saya kenal seiama ini sudah kembali ke hadirat Allah SWT. Yakni, almarhum K.H. Abdul Gani Zaini, Martapura, Kalimantan Selatan, disebut juga Guru ijai atau Guru SekumpuL Walaupun saya ikut pengajian beliau, saya belum berbai'at, sedang beliau sudah wafat. Dan selama ini saya belum tahu siapa yang menggantikan beliau. Saya ingin bertanya. Amalanamalan dan syaratsyarat apa saja untuk menjadi seorang murid tarekat? Apakah belajar ilmu kha-dam tidak bertentangan de¬ngan sunnah Rasulullah SAW? Apakah ilmu kha¬dam bisa dikategorikan dalam ilmu taisawuf? Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Rahmadiansyah.
Jawaban :

Waalaikumussalam Wr. Wb.
Adik Rahmadiansyah, terima kasih atas pertanyaan Anda. Ilmu tarekat sangat luas. Jenis tarekatpun banyak sekati. Dari mulai Qadiriyah, Naksyabandiyah, Khalidiyah, Sahuwardiyah, Satariyah, Syadziliyah, Aiawiyah, Tijaniyah, dan IainIain. Itulah tarekat-tarekat yang terkenal dan mashur atau di sini dikenal dengan tarekat muktabarah. Karena itu, peljarliah dahulu sejauh mana ilmu tarekat, sehingga kita masuk suatu tarekat bukan sekadar karena iming-iming fadhilahnya. Namun yang pertama, yang paling penting adalah cara bagaimana mendekatkan diri kepada Allah. Yang kedua, bagaimana kita selalu dekat di sisi Allah SWT dan di sisi Baginda Nabi Muhammad SAW.

Silakan saja Anda ingin memilihTarekat Qadiriyah, Naksyabandiyah, Syadziliyah, Alawiyah, atau Tijaniyah. Yang jelas tarekat-tarekat tersebut punya mushalsal sampai kepada Rasulullah SAW. Dan tarekat itu hakikatnya bukan ilmu kesaktian. Ilmu tarekat dipelajari bukan untuk mencari kekayaan. Kita mempelajari ilmu tarekat bukan untuk menjadi seorang wali atau mendapatkan karamah. Lebih lebih mempelajari ilmu tarekat sekadar untuk memperoleh khadam.

Guru guru tarekat, bila mendapatkan karamah, justru merasa malu kepada Allah SWT. Dia mawas diri, apakah pantas kalau kita menerima karamah dari Allah SWT? Karena itulah para guru tarekat justru takut mendapatkan karamah, sebab hal itu justru meru pakan salah bentuk ujian kepadanya. Selanjutnya, cobaan berikutnya, bila termasyhur karena sebab karamahnya, dia akan sangat malu kepada Allah SWT. Karena kemasyhuran tarekat bukan menjadi tujuannya, kadang justru menjadi beban dan fitnah baginya. Makna fitnah ini bukan dari luar, sepertiorang memfrtnah dirinya. Namun yang ditakutkan justru fitnah yang datang dari dalam dirinya sendiri. Karena, dengan munculnya kemasyhuran namanya, akan timbul sifat egoisme, keakuan, atau annaniyah, selanjutnya mendorong dirinya bersifat sombong dan congkak, serta sifat yang kurang terpuji lainnya. Itulah sikap para auliya, yang bila mendapatkan karamah justru sangat khawatir bila menimpa dirinya sendiri, bukan malah berbangga bangga diri, atau mencari-cari.

Pada hakikatnya ilmu tarekat adalah pengamalan dari bentuk ihsan. Mampukah kita ketika bersujud kepada Allah seolah-olah kita melihatNya. Namun sulit hal demikian ini dilaksanakan bagi awam. Kalau tauhidnya tidak kuat, katakata "seolah-olah melihatNya" nanti bisa menimbulkan efek mengada-ada, Inilah yang sangat dikhawatirkan para guru tarekat terhadap murid-murid yang baru belajar ilmu tarekat. 

Kalau kita tidak mampu merasa seolah-olah melihatNya, kita merasa dilihat dan didengar oleh Yang Mahakuasa. Ini dulu, mampukah kita setiap hari mengamalkan sesuatu yang seolah-olah kita merasa dilihat dan didengar oleh Allah. Bila sikap ini tumbuh di setiap hati masing-masing pengamal tarekat, insya Allah akan melahirkan sifat-sifat yang terpuji. Oleh sebab itu :

1. Menumbuh sifat takut (khauf) kita kepada Allah, yang tujuannya akan menambah ketaqwaan kita kepada Allah. Kita akan mawas hati, muhasabbah, kita takut bila kita digolongkan sebagai orang yang merugi.

2. Menumbuhkan sifat raja', mengharap semata-mata kepada Allah, karena khauf tersebut

3. Menumbuhkan kecintaan kepada Allah, dan kebenaran akan dipegang kuat Dalam arti benar hatinya, benar matanya, benar telinganya, benar tutur katanya, serta benar perilakunya.

4. Menumbuhkan, di antaranya, alhaya' (malu) kepada Allah. Dan karena cinta kepada Allah dan Rasulullah, kita akan malu kepada Allah dan RasulNya kalau berbuat yang bertentangan dengan perintahNya. Bagaimana kita tidak malu? Kita sudah mendapatkan keutamaan dari Yang Mahakuasa berupa nikmat keutamaan beriman dan berislam, dan melalui Baginda Nabi Muhammad SAW, bahwa kenikmatan iman dan islam merupakan kenikmatan yarig luar biasa dari Allah SWT. Maka, apabila keutamaan yang datang dari Allah malah kita pergunakan untuk hal yang tidak semestinya, akan tumbuh rasa malu kepada Allah dan RasulNya

Sumber: Majalah Alkisah
Ucapan trimakasih kepada https://sufiroad.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment