Tanya Jawab
dengan Habib Lutfi Bin Yahya
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selama ini saya tertarik dengan pelajaran ilmu
tarekat, tetapi selama ini pula saya bingung untuk menemukan seorang mursyid
dalam hal tersebut. Saya ingin befajar Tarekat Syamaniyah, tetapi mursyid yang
saya kenal seiama ini sudah kembali ke hadirat Allah SWT. Yakni, almarhum K.H.
Abdul Gani Zaini, Martapura, Kalimantan Selatan, disebut juga Guru ijai atau
Guru SekumpuL Walaupun saya ikut pengajian beliau, saya belum berbai'at, sedang
beliau sudah wafat. Dan selama ini saya belum tahu siapa yang menggantikan
beliau. Saya ingin bertanya. Amalanamalan dan syaratsyarat apa saja untuk
menjadi seorang murid tarekat? Apakah belajar ilmu kha-dam tidak bertentangan
de¬ngan sunnah Rasulullah SAW? Apakah ilmu kha¬dam bisa dikategorikan dalam
ilmu taisawuf? Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Rahmadiansyah.
Jawaban :
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Adik Rahmadiansyah, terima kasih atas pertanyaan Anda. Ilmu tarekat sangat luas. Jenis tarekatpun banyak sekati. Dari mulai Qadiriyah, Naksyabandiyah, Khalidiyah, Sahuwardiyah, Satariyah, Syadziliyah, Aiawiyah, Tijaniyah, dan IainIain. Itulah tarekat-tarekat yang terkenal dan mashur atau di sini dikenal dengan tarekat muktabarah. Karena itu, peljarliah dahulu sejauh mana ilmu tarekat, sehingga kita masuk suatu tarekat bukan sekadar karena iming-iming fadhilahnya. Namun yang pertama, yang paling penting adalah cara bagaimana mendekatkan diri kepada Allah. Yang kedua, bagaimana kita selalu dekat di sisi Allah SWT dan di sisi Baginda Nabi Muhammad SAW.
Silakan saja Anda ingin memilihTarekat Qadiriyah, Naksyabandiyah, Syadziliyah, Alawiyah, atau Tijaniyah. Yang jelas tarekat-tarekat tersebut punya mushalsal sampai kepada Rasulullah SAW. Dan tarekat itu hakikatnya bukan ilmu kesaktian. Ilmu tarekat dipelajari bukan untuk mencari kekayaan. Kita mempelajari ilmu tarekat bukan untuk menjadi seorang wali atau mendapatkan karamah. Lebih lebih mempelajari ilmu tarekat sekadar untuk memperoleh khadam.
Guru guru
tarekat, bila mendapatkan karamah, justru merasa malu kepada Allah SWT. Dia
mawas diri, apakah pantas kalau kita menerima karamah dari Allah SWT? Karena
itulah para guru tarekat justru takut mendapatkan karamah, sebab hal itu
justru meru pakan salah bentuk ujian kepadanya. Selanjutnya, cobaan berikutnya, bila termasyhur karena sebab karamahnya, dia
akan sangat malu kepada Allah SWT. Karena kemasyhuran tarekat bukan menjadi
tujuannya, kadang justru menjadi beban dan fitnah baginya. Makna fitnah ini bukan
dari luar, sepertiorang memfrtnah dirinya. Namun yang ditakutkan justru fitnah
yang datang dari dalam dirinya sendiri. Karena, dengan munculnya kemasyhuran
namanya, akan timbul sifat egoisme, keakuan, atau annaniyah, selanjutnya
mendorong dirinya bersifat sombong dan congkak, serta sifat yang kurang terpuji
lainnya. Itulah sikap para auliya, yang bila mendapatkan karamah justru sangat
khawatir bila menimpa dirinya sendiri, bukan malah berbangga bangga diri, atau
mencari-cari.
Pada hakikatnya
ilmu tarekat adalah pengamalan dari bentuk ihsan. Mampukah kita ketika bersujud
kepada Allah seolah-olah kita melihatNya. Namun sulit hal demikian ini
dilaksanakan bagi awam. Kalau tauhidnya tidak kuat, katakata "seolah-olah
melihatNya" nanti bisa menimbulkan efek mengada-ada, Inilah yang sangat
dikhawatirkan para guru tarekat terhadap murid-murid yang baru belajar ilmu
tarekat.
Kalau kita tidak mampu merasa seolah-olah melihatNya, kita merasa
dilihat dan didengar oleh Yang Mahakuasa. Ini dulu, mampukah kita setiap hari
mengamalkan sesuatu yang seolah-olah kita merasa dilihat dan didengar oleh
Allah. Bila sikap ini tumbuh di setiap hati masing-masing pengamal tarekat,
insya Allah akan melahirkan sifat-sifat yang terpuji. Oleh sebab itu :
1. Menumbuh sifat takut (khauf) kita kepada Allah, yang tujuannya akan
menambah ketaqwaan kita kepada Allah. Kita akan mawas hati, muhasabbah, kita
takut bila kita digolongkan sebagai orang yang merugi.
2. Menumbuhkan sifat raja', mengharap semata-mata kepada Allah, karena
khauf tersebut
3. Menumbuhkan kecintaan kepada Allah, dan kebenaran akan dipegang kuat
Dalam arti benar hatinya, benar matanya, benar telinganya, benar tutur katanya,
serta benar perilakunya.
4. Menumbuhkan, di antaranya, alhaya' (malu) kepada Allah. Dan karena cinta
kepada Allah dan Rasulullah, kita akan malu kepada Allah dan RasulNya kalau
berbuat yang bertentangan dengan perintahNya. Bagaimana kita tidak malu? Kita
sudah mendapatkan keutamaan dari Yang Mahakuasa berupa nikmat keutamaan beriman
dan berislam, dan melalui Baginda Nabi Muhammad SAW, bahwa kenikmatan iman dan
islam merupakan kenikmatan yarig luar biasa dari Allah SWT. Maka, apabila
keutamaan yang datang dari Allah malah kita pergunakan untuk hal yang tidak
semestinya, akan tumbuh rasa malu kepada Allah dan RasulNya
Sumber: Majalah Alkisah
Ucapan trimakasih kepada https://sufiroad.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment