“Syair Hati”
Semula ingin kuceritakan padamu
kisah hidupku,tetapi
gelombang kepedihan tenggelamkan suaraku.
Kucoba utarakan sesuatu,
tetapi pikiranku rawan dan remuk,
laksana kaca.
Bahkan kapal paling megah bisa karam
dalam gelombang-badai Laut Cinta
apalagi biduk rapuhku,
remuk berkeping-keping:
tinggalkan ku sendiri, hanyut,
hanya berpegangan ke sepotong papan.
Kecil dan tak berdaya
timbul tenggelam dalam terpaan ombak,
sampai tak kuketahui apakah aku ada atau tiada.
Ketika menurutku aku ada,
kudapati diriku tak berharga.
Saat ku tiada,
kudapati nilai-nilai sejati diriku.
Seturut pasang-surut akalku,
tiap hari mati aku, dan dihidupkan lagi;
karenanya tak kuragukan sedikit pun
adanya Hari Kebangkitan.
Ketika telah lelah,
ku berburu cinta di alam dunia ini,
akhirnya di Lembah Cinta ku berserah-diri:
dan aku merdeka.
Oleh : Qutbul Aulia Jalaludien Arrumi
kisah hidupku,tetapi
gelombang kepedihan tenggelamkan suaraku.
Kucoba utarakan sesuatu,
tetapi pikiranku rawan dan remuk,
laksana kaca.
Bahkan kapal paling megah bisa karam
dalam gelombang-badai Laut Cinta
apalagi biduk rapuhku,
remuk berkeping-keping:
tinggalkan ku sendiri, hanyut,
hanya berpegangan ke sepotong papan.
Kecil dan tak berdaya
timbul tenggelam dalam terpaan ombak,
sampai tak kuketahui apakah aku ada atau tiada.
Ketika menurutku aku ada,
kudapati diriku tak berharga.
Saat ku tiada,
kudapati nilai-nilai sejati diriku.
Seturut pasang-surut akalku,
tiap hari mati aku, dan dihidupkan lagi;
karenanya tak kuragukan sedikit pun
adanya Hari Kebangkitan.
Ketika telah lelah,
ku berburu cinta di alam dunia ini,
akhirnya di Lembah Cinta ku berserah-diri:
dan aku merdeka.
Oleh : Qutbul Aulia Jalaludien Arrumi
Makna syair di atas : Jalaludin Rumi mendapatkan segala yang di inginkan
pada saat dia ihlas, dia bebas dari perasaan gundah gulana, tidak merasa terbebani
dalam menjalankan dakwah, mujahadah, dzkir, menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala laranganya, itu bukan karena surga yang dia harapkan bukan pula neraka yang
dia takuti, tapi karena “Dari Allah, kepada Allah, untuk Allah dan kembali kepada
Allah”.
Hati secara
terminologi kedokteran adalah organ tubuh yang ada di kanan dada dan fungsinya
menyaring racun atau penyakit dari darah (fungsi metabolisme tubuh). Sebagian
orang memahami heart dan qalbu adalah hati. Dalam Bahasa Arab hati disebut
dengan ‘kibdun’ atau ‘kibdatun’. Bahasa Arab `Amiyah menyebutnya ‘kabid’.
Jadi orang Arab
tidak pernah memahami qalbu sebagai hati atau liver. Bahasa Arab mengenal qalbu
dalam bentuk fisik yang di dalam kamus didefinisikan sebagai ‘organ yang sarat
dengan otot yang fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah dada
agak miring ke kiri’. Jadi, qalbu adalah jantung. Dokter qalbu
adalah dokter jantung. Jantung (qalb) adalah bongkahan daging yang kalau ia
baik maka seluruh jasad akan baik atau sebaliknya kalau ia rusak maka seluruh
jasad akan rusak.
Sebagaimana otak
yang memiliki aktifitas elektromagnetik, jantung (hati_red) selain sebagai alat
pemompa darah, juga memiliki kepekaan terhadap penerimaan getaran gelombang elektromagnetik.
Karena itu system kelistrikan jantung sangat terkait erat dengan aktifitas
kelistrikan otak. Jika otak memberikan sinyal gembira, maka kelistrikan jantung
akan menyesuaikan, sehingga denyut jantung pun ikut “gembira”. Jantung batin
(hati_red) adalah bagian dari sistem “pemahaman”. Dia hanya
berfungsi sebagai “sensor” penangkap getaran. Pusat pemahamannya tetap berada
di otak. Jantung hanya menjadi salah satu simpul mekanisme elektromagnetik
tersebut. Jika demikian, mengapa bukan otak saja yang dikatakan sebagai
bongkahan daging yang jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya.
Secara fungsional
tersirat, pengelompokan peranan otak terbagi menjadi dua: pengendali aktifitas
fisik dan pengendali psikis. Aktifitas fisik dikomandani oleh “batang otak” dan
hipothalamus. Batang otak yang berkaitan dengan kesadaran fisik (pernapasan dan
mekanisme jantung) sedangkan hypothalamus mengatur fungsi kehidupan lanjutannya
seperti pertumbuhan, pencernaan, seksualitas, kestabilan temperature badan,
dsbnya. Aktifitas psikis sendiri dikomandani oleh system limbik. Ia mengatur
fungsi luhur kemanusiaan dengan melibatkan pusat rasio (hippocampus) dan pusat
emosi (amyglada). Dalam konteks yang lebih umum, kita lantas menyebutnya
sebagai “otak lahir’ dan “otak bathin”.
Sampai disini kita
menemukan kesimpulan yang sama, pada otak dan jantung (hati)…bahwa keduanya
terdiri dari fisik dan psikis, lahir dan batin, materi dan makna, hardware dan
software. Jadi, dalam proses pemahaman tak hanya melibatkan jasad (panca
indera), otak fisik dan perangkatnya tapi juga hati nurani (batin) dan jiwa.
Sehingga Agus Mustofa dalam bukunya “Menyelam ke samudera jiwa dan ruh”
mengatakan hati adalah sensor penerima getaran universal di dalam diri
seseorang. Biasa pula disebut indera ke enam.
Kombinasi antara
panca indera dan hati akan menyebabkan kita bisa melakukan pemahaman. Tapi
semua sinyalnya tetap dikirim ke otak sebagai pusat pemahaman atas informasi
panca indera dan hati tersebut. Dalam Surah Al A’raaf (7) : 179, Allah SWT
berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari Jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai (mata) tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari Jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai (mata) tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
QS. Al Hajj (22) :
46 “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. Lebih jauh, pemahaman
disini adalah pemaknaan atau dari kata dasar “makna”. Mengapa makna itu begitu
penting? Makna itu sendiri sebenarnya bukanlah energi, meskipun ia mengandung
energi. Makna adalah “informasi” secara kualitas.
Selama ini kita
mengetahui, eksistensi alam semesta hanya tersusun dari 4 variabel, yaitu
ruang, waktu, materi dan energi. Sebenarnya, “informasi” (makna) adalah
variable ke-5 yang turut menyusun alam semesta. Variabel ke- 5 inilah yang
banyak berperan ketika kita membicarakan makhluk hidup. Khususnya yang
berkaitan dengan jiwa dan ruh. Mungkinkah ada suatu peralatan yang bisa
mengukur baik dan buruk? atau adakah alat secanggih apapun yang bisa mengukur
tingkat keindahan, kejengkelan, kebosanan, kebencian, dan kebahagiaan?semua itu
terkait dengan makna. Energi makna itu pun baru bisa diketahui ketika
dipersepsi lewat sebuah interaksi dengan orang lain, artinya sampai sejauh ini
alat ukur yang digunakan haruslah makhluk hidup, yang memiliki hati dan jiwa
sederajat dengan sumber informasi.
Dua tahun terakhir ini perkembangan pemanfaatan gelombang
elektromagnetik otak maju sangat pesat. Akhir tahun 2004 yang lalu, seorang
peneliti di Wardsworth Centre, New York, Prof Jonathan Wolpaw, mengumumkan
hasil penelitiannya yang sangat menarik tentang Brain Computer Interface (BCI).
Dia telah berhasil membuat alat yang bentuknya seperti topi helm. Topi ini berisi peralatan yang bisa menangkap sinyal-sinyal otak yang terpancar dari dalam batok kepala seseorang yang mengenakannya. Bahkan dalam skala yang lebih luas dibandingkan dengan yang dilakukan oleh peneliti di Cyberkinetics yang menanam chip di kulit otak, yang hanya bisa menangkap sinyal dari maksimal 150 saraf.
Topi itu memungkinkan untuk menangkap sinyal dari permukaan otak yang lebih luas. Sehingga bisa menggambarkan fungsi otak yang lebih komplet, termasuk bisa menerjemahkan fungsi-fungsi luhur seseorang. Di tahun-tahun mendatang kita akan menyaksikan betapa rahasia otak dan jiwa akan semakin terkuak secara lebih transparan.
Ini sebetulnya memberikan petunjuk kepada kita, bahwa otak kita berfungsi sebagai pemancar gelombang elektromagnetik. Dan, pancaran gelombang elektromagnetik itu dimiliki oleh manusia secara universal. Bahkan, bukan hanya pemancar, otak kita juga berfungsi sebagai receiver alias penerima gelombang elektromagnetik.
Selain lewat saraf-saraf sensorik seperti panca indera, otak kita sebenarnya bisa melakukan interaksi secara langsung lewat mekanisme radiasi elektromagnetik. Sebab, ia memang memiliki pemancar dan receiver. Persis seperti ketika kita ngobrol antar breaker, Orari. Cuma, tanpa peralatan. Langsung menggunakan 'sirkuit otak' secara alamiah.
Salah satu contoh yang paling nyata barangkali adalah telepati. Setiap kita sebenarnya bisa melatih diri untuk bisa berbicara secara telepati. Ini adalah cara, dimana seseorang bisa berbicara dengan orang lain tanpa menggunakan suara melainkan lewat gelombang otak. Orang awam mengatakan berbicara dari hati ke hati artinya menggunakan bisikan hati, tanpa bersuara.
Bagaimanakah hal itu bisa terjadi? Sebenarnya sederhana saja. Semua itu bisa terjadi karena otak memiliki aktivitas elektromagnetik, yang terpancar secara radiatif keluar batok kepalanya. Bagaikan antena radio atau televisi. Dan, sekaligus bisa menerima getaran elektromagnetik dari orang lain. Dimanakah antena pemancar dan penerima itu berada? Pemancarnya ada di dalam batok kepala kita, sedangkan penerimanya berintegrasi dengan organ jantung.
Sebenarnya jantung adalah bagian dari sistem penerima (receiver) gelombang otak. Tapi, tidak berdiri sendiri. Sebagaimana juga indera yang lain.
Katakanlah mata, ia adalah bagian dari sistem saraf sensorik yang menuju ke otak. Tugas mata adalah menangkap getaran gelombang cahaya untuk diteruskan oleh sistem saraf penglihatan menuju pusat penglihatan di otak.
Demikian pula pendengaran, ia adalah bagian dari sistem saraf pendengaran yang juga berpusat di otak. Aroma yang tertangkap oleh ujung-ujung saraf penciuman dikirim sebagai sinyal-sinyal listrik menuju otak.
Demikian pula dengan jantung alias hati. Ia adalah bagian dari sistem pemahaman. Fungsi jantung, selain sebagai alat pompa darah, ia juga memiliki kepekaan terhadap penerimaan getaran gelombang elektro magnetik.
Karena itu, sistem kelistrikan jantung sangat terkait erat dengan aktivitas kelistrikan otak. Jika otak memberikan sinyal gembira, maka kelistrikan jantung akan ikut menyesuaikan, sehingga denyut jantung pun ikut 'gembira'. Sebaliknya, jika otak mengirimkan sinyal kesedihan, denyut jantung akan ikut menggambarkan kesedihan.
Dia telah berhasil membuat alat yang bentuknya seperti topi helm. Topi ini berisi peralatan yang bisa menangkap sinyal-sinyal otak yang terpancar dari dalam batok kepala seseorang yang mengenakannya. Bahkan dalam skala yang lebih luas dibandingkan dengan yang dilakukan oleh peneliti di Cyberkinetics yang menanam chip di kulit otak, yang hanya bisa menangkap sinyal dari maksimal 150 saraf.
Topi itu memungkinkan untuk menangkap sinyal dari permukaan otak yang lebih luas. Sehingga bisa menggambarkan fungsi otak yang lebih komplet, termasuk bisa menerjemahkan fungsi-fungsi luhur seseorang. Di tahun-tahun mendatang kita akan menyaksikan betapa rahasia otak dan jiwa akan semakin terkuak secara lebih transparan.
Ini sebetulnya memberikan petunjuk kepada kita, bahwa otak kita berfungsi sebagai pemancar gelombang elektromagnetik. Dan, pancaran gelombang elektromagnetik itu dimiliki oleh manusia secara universal. Bahkan, bukan hanya pemancar, otak kita juga berfungsi sebagai receiver alias penerima gelombang elektromagnetik.
Selain lewat saraf-saraf sensorik seperti panca indera, otak kita sebenarnya bisa melakukan interaksi secara langsung lewat mekanisme radiasi elektromagnetik. Sebab, ia memang memiliki pemancar dan receiver. Persis seperti ketika kita ngobrol antar breaker, Orari. Cuma, tanpa peralatan. Langsung menggunakan 'sirkuit otak' secara alamiah.
Salah satu contoh yang paling nyata barangkali adalah telepati. Setiap kita sebenarnya bisa melatih diri untuk bisa berbicara secara telepati. Ini adalah cara, dimana seseorang bisa berbicara dengan orang lain tanpa menggunakan suara melainkan lewat gelombang otak. Orang awam mengatakan berbicara dari hati ke hati artinya menggunakan bisikan hati, tanpa bersuara.
Bagaimanakah hal itu bisa terjadi? Sebenarnya sederhana saja. Semua itu bisa terjadi karena otak memiliki aktivitas elektromagnetik, yang terpancar secara radiatif keluar batok kepalanya. Bagaikan antena radio atau televisi. Dan, sekaligus bisa menerima getaran elektromagnetik dari orang lain. Dimanakah antena pemancar dan penerima itu berada? Pemancarnya ada di dalam batok kepala kita, sedangkan penerimanya berintegrasi dengan organ jantung.
Sebenarnya jantung adalah bagian dari sistem penerima (receiver) gelombang otak. Tapi, tidak berdiri sendiri. Sebagaimana juga indera yang lain.
Katakanlah mata, ia adalah bagian dari sistem saraf sensorik yang menuju ke otak. Tugas mata adalah menangkap getaran gelombang cahaya untuk diteruskan oleh sistem saraf penglihatan menuju pusat penglihatan di otak.
Demikian pula pendengaran, ia adalah bagian dari sistem saraf pendengaran yang juga berpusat di otak. Aroma yang tertangkap oleh ujung-ujung saraf penciuman dikirim sebagai sinyal-sinyal listrik menuju otak.
Demikian pula dengan jantung alias hati. Ia adalah bagian dari sistem pemahaman. Fungsi jantung, selain sebagai alat pompa darah, ia juga memiliki kepekaan terhadap penerimaan getaran gelombang elektro magnetik.
Karena itu, sistem kelistrikan jantung sangat terkait erat dengan aktivitas kelistrikan otak. Jika otak memberikan sinyal gembira, maka kelistrikan jantung akan ikut menyesuaikan, sehingga denyut jantung pun ikut 'gembira'. Sebaliknya, jika otak mengirimkan sinyal kesedihan, denyut jantung akan ikut menggambarkan kesedihan.
Tapi, jantung memang tidak berdiri sendiri
sebagai 'sensor pemahaman. Dia hanya berfungsi sebagai sensor penangkap
getaran. Pusat pemahamannya tetap berada di otak. Jantung hanya menjadi salah
satu simpul mekanisme elektromagnetik tersebut.
Tidak seperti sensor mata, atau telinga, atau hidung yang terhubung dengan serabut saraf menuju otak, sistem 'jantung otak' dalam konteks 'sensor kefahaman' ini terjalin lewat radiasi elektromagnetik.
Kelistrikan jantung yang bisa berfungsi secara otonom ikut memberikan gambaran tersebut. Di dalam jantung ada sekelompok sel yang bisa menghasilkan kelistrikan secara otomatis. Posisinya ada di atrium kanan jantung, dekat muara vena cava superior dan inferior. Sel-sel khusus yang bergetar secara otomatis dengan frekuensi 72 getaran per menit itu berfungsi sebagai pace maker, dan frekuensinya meningkat atau menurun secara otomatis seiring dengan kebutuhan pemompaan jantung.
Rangsangnya berasal dari luar saraf eksternal jantung. Ketika, kondisi tubuh membutuhkan aliran darah yang lebih banyak, denyut jantung akan meningkat, sesuai permintaan. Begitu pula sebaiknya, jika kondisi badan melemah, ia akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih pelan.
Selain, kelistrikan otomatis itu, jantung ternyata juga memancarkan kemagnetan. Ini seperti yang terjadi di otak. Medan kemagnetan jantung besarnya sekitar 5 x 10 (-11) Tesla, atau sekitar 1/1 miliar kali medan magnet bumi. Pengukuran kemagnetan jantung kini bisa dilakukan dengan menggunakan alat MCG (Magneto Cardio Graph). Pasiennya dimasukkan ke dalam ruang kedap medan magnet berlapis 5, lantas dilakukan pengukuran selama kurang dari 1 menit. Maka, terukurlah kemagnetan jantung seseorang. Sedangkan kemagnetan otak besarnya hanya sekitar 10 (-13) Tesla, pada saat otak dalam kondisi 'terjaga', yaitu pada saat otak memancarkan gelombang alfa di frekuensi 8 - 13 Hz. Berarti sekitar seper lima ratus kemagnetan jantung. Itu terjadi saat seseorang dalam kondisi rileks.
Sayangnya, pengukuran kekuatan elektromagnetik otak dan jantung ini belum bisa menyibak rahasia yang ada di balik informasi di dalamnya. Yang terukur lewat alat-alat itu hanyalah kuat gelombang dan frekuensinya, tapi bukan 'makna' yang tersimpan di dalamnya. Padahal sebenarnya 'energi makna' jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan energi elektromagnetik. Kekuatan energi sebanding dengan tingkat kehalusan gelombangnya. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi pula energi. Semakin kasar gelombang nya, semakin rendah pula energinya.
Contoh, energi mekanik adalah energi yang paling kasar. Maka, kekuatan yang dihasilkan oleh energi mekanik masih kalah dengan kekuatan yang dihasilkan energi listrik atau energi kimiawi. Tapi energi listrik atau kimiawi bakal kalah dengan energi atom atau nuklir. Sedangkan energi nuklir bisa kalah oleh energi Makna.
Energi 'makna' itulah yang tersimpan di dalam Al-Quran. Yang oleh Allah dikatakan bisa menghancurkan gunung. Bahkan orang mati pun dapat berbicara kembali karenanya, dengan seizin Allah. Itu difirmankanNya dalam beberapa ayatNya. QS. Al Hasyr (59) : 21
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Tidak seperti sensor mata, atau telinga, atau hidung yang terhubung dengan serabut saraf menuju otak, sistem 'jantung otak' dalam konteks 'sensor kefahaman' ini terjalin lewat radiasi elektromagnetik.
Kelistrikan jantung yang bisa berfungsi secara otonom ikut memberikan gambaran tersebut. Di dalam jantung ada sekelompok sel yang bisa menghasilkan kelistrikan secara otomatis. Posisinya ada di atrium kanan jantung, dekat muara vena cava superior dan inferior. Sel-sel khusus yang bergetar secara otomatis dengan frekuensi 72 getaran per menit itu berfungsi sebagai pace maker, dan frekuensinya meningkat atau menurun secara otomatis seiring dengan kebutuhan pemompaan jantung.
Rangsangnya berasal dari luar saraf eksternal jantung. Ketika, kondisi tubuh membutuhkan aliran darah yang lebih banyak, denyut jantung akan meningkat, sesuai permintaan. Begitu pula sebaiknya, jika kondisi badan melemah, ia akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih pelan.
Selain, kelistrikan otomatis itu, jantung ternyata juga memancarkan kemagnetan. Ini seperti yang terjadi di otak. Medan kemagnetan jantung besarnya sekitar 5 x 10 (-11) Tesla, atau sekitar 1/1 miliar kali medan magnet bumi. Pengukuran kemagnetan jantung kini bisa dilakukan dengan menggunakan alat MCG (Magneto Cardio Graph). Pasiennya dimasukkan ke dalam ruang kedap medan magnet berlapis 5, lantas dilakukan pengukuran selama kurang dari 1 menit. Maka, terukurlah kemagnetan jantung seseorang. Sedangkan kemagnetan otak besarnya hanya sekitar 10 (-13) Tesla, pada saat otak dalam kondisi 'terjaga', yaitu pada saat otak memancarkan gelombang alfa di frekuensi 8 - 13 Hz. Berarti sekitar seper lima ratus kemagnetan jantung. Itu terjadi saat seseorang dalam kondisi rileks.
Sayangnya, pengukuran kekuatan elektromagnetik otak dan jantung ini belum bisa menyibak rahasia yang ada di balik informasi di dalamnya. Yang terukur lewat alat-alat itu hanyalah kuat gelombang dan frekuensinya, tapi bukan 'makna' yang tersimpan di dalamnya. Padahal sebenarnya 'energi makna' jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan energi elektromagnetik. Kekuatan energi sebanding dengan tingkat kehalusan gelombangnya. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi pula energi. Semakin kasar gelombang nya, semakin rendah pula energinya.
Contoh, energi mekanik adalah energi yang paling kasar. Maka, kekuatan yang dihasilkan oleh energi mekanik masih kalah dengan kekuatan yang dihasilkan energi listrik atau energi kimiawi. Tapi energi listrik atau kimiawi bakal kalah dengan energi atom atau nuklir. Sedangkan energi nuklir bisa kalah oleh energi Makna.
Energi 'makna' itulah yang tersimpan di dalam Al-Quran. Yang oleh Allah dikatakan bisa menghancurkan gunung. Bahkan orang mati pun dapat berbicara kembali karenanya, dengan seizin Allah. Itu difirmankanNya dalam beberapa ayatNya. QS. Al Hasyr (59) : 21
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Gelombang otak agar
mendapatkan gelombang yang sesuai dengan gelombang di Zona Ikhlas tersebut.
Bila direkam dengan alat perekam gelombang otak, EEG (elektroensefalogram),
otak terlihat memancarkan gelombang sesuai kondisi jiwa seseorang.
Gelombang tersebut
dibagi menjadi:
Beta (14—100Hz):
kita berada dalam kondisi sadar penuh, konsentrasi, otak didominasi logika.
Alpha (8-13,9Hz):
kondlsl relaks, lstlrahat, nyaman, medltatli bahagla.
Theta (4—7,9Hz):
kondlsl medltatif yang leblh dalam, khusyuk, domlnasl lntuisi.
Delta (o,1—3,9Hz):
kondlsl tldur lelap tanpa mimpl, tldak sadar; tidak merasakan punya badan. Dari
keempat gelombang otak tersbut, Alpha dan Theta merupakan pintu masuk ke bawah
sadar (dunia kuantum) di mana Zona Ikhlas itu terletak.
Untuk mencapai
gelombang Alpha dan Theta, Erbe menjelaskan, maka otak perlu
diistirahatkan dengan cara relaksasi atau meditasi. Caranya, dengan
menstimulir panca indra kita. Untuk indra peraba, blsa dilakukan
pemijatan, sedangkan untuk indra penglihatan kita melakukannya dengan
melihat dan menikmati keindahan. Sementra untuk indra pengecapan, bisa
dilakukan dengan berpuasa, Indra penciuman blsa di lakukan dengan
aromaterapi, serta indra pendengaran, kita bisa melakukannya dengan
mendengarkan irama alam atau metode terapi musik.
Begitu kita
merasakan relaks, nyaman, dan perasaan perasaan positif , itu artlnya
otak kita. sedang dipenuhl gelombang Alpha. Inilah saat yang tepat bagi kita
untuk membersihkan piklran dan perasaan negatif, trauma atau memori yang
tersimpan di bawah sadar dan menggantikannya dengan semua hal yang posltif
sehingga tercapailah kondisl ikhlas itu.
Tanda-tanda
keikhlasan itu adalah kalau kita sudah mampu mengubah perasaan negative
tersebut menjadl perasaan nyaman, damai, cinta, syukur dan bahagia. “Jika menerapkan ikhlas sudah menjadi suatu
kebiasaan, maka jangan heran jlka hasil akhirnya adalah hidup yang tidak hanya
penuh kedamaian dan kasih sayang, tapi juga kemudahan dan berbagai keajaiban,” (ujar
Erbe sentanu).
Brainwave music ataupun music lainya adalah alat, meditasi dan relaksasi adalah sebagian cara bagaimana kita
mendapatkan ketenangan hati & pikiran, berlatih meditasi ataupun relaksasi
tidak akan mendapatkan hasilnya tanpa “IHLAS”, artinya ihlas
merupakan kunci dari semua kesuksesan dan untuk mendapatkan ihlas di butuhkan
perjuangan (mujahadah), Dalam dunia Islam kita sering mendengar yang namanya Tarekat/Thoriqoh, aliran tarekat di dunia ini banyak ada Qodiriyah wan Naqsabandiyah,
Maulawiyah, Idrisiyah, Syadziliyah dll, yang tujuanya sama untuk mendapatkan
yang namanya “IHLAS”, sedangkan
“Ma’rifat
adalah hadiah yang Allah berikan untuk mereka yang ihlas”. Salah satu ciri dari hati yang
penuh ihlas adalah CINTA, artinya : “Dari cinta untuk cinta dan karena cinta bukan karena yang lainya, itulah
ihlas” (By Istana Kupu Kupu).
No comments:
Post a Comment