Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu,
beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah,
Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat
terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim,
Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan
bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi,
Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin
Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad
bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin
Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan
ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara
mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An
Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.
Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan
kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya
juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain
beliau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad
(rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga
pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal
sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau
susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua
hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak
ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits
telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang
hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau.
Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al
Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu
Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang
seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah
melihat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat
hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada
Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).”Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya
mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin
‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status
(kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui
status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar
ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan
peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status
(kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.
Penelitian Hadits Imam Bukhari
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih,
Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna
menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara
kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah,
Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering
bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali.
Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah
beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan
terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat diantaranya apakah
sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi
(periwayat/pembawa) hadits itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar
Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya
monumentalnya Al Jami’al-Shahil yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah,
Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Karya Imam Bukhari
1. Al-Jami’
ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
2. Al-Adab
al-Mufrad
3. Adh-Dhu’afa
ash-Shaghir
4. At-Tarikh ash-Shaghir
5. At-Tarikh
al-Ausath
6. At-Tarikh
al-Kabir
7. At-Tafsir
al-Kabir
8. Al-Musnad
al-Kabir
9. Kazaya
Shahabah wa Tabi’in
10. Kitab
al-Ilal
11. Raf’ul
Yadain fi ash-Shalah
12. Birr
al-Walidain
13. Kitab
ad-Du’afa
14. Asami
ash-Shahabah
15. Al-Hibah
16. Khalq Af’al
al-Ibad
17. Al-Kuna
18. Al-Qira’ah
Khalf al-Imam
Guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain :
1. Ali ibn Al Madini
2. Ahmad bin Hanbal
3. Yahya bin Ma’in
4. Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi
5. Maki ibn Ibrahim Al Bakhi
6. Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibn Rahwahih
Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab
Shahih-nya
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi. Imam
Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga
cukup halus namun tajam. Kepada Perawi yang sudah jelas kebohongannya ia
berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama
berdiam diri dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak
jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi
yang diragukan kejujurannya. Dia berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits
dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam
pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat
jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan
keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits
ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau
negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang
dikatakan beliau “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing
dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak
dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui
ulama-ulama ahli hadits.”
Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal
sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan
olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir. Bahkan menurut
suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang
paling shahih setelah kitab suci Al Quran. Hubungannya dengan kitab tersebut,
ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu
ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun
Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid,
sampai kapan engkau mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak
mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang
Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”.
Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang
berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan
(pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al
Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.
Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak
pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama
tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari
berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab
dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).”
Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya
mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia
ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan
keshalihan”.
Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata
kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam
pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud
terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”
Al Firabri berkata, “Saya
bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”.
Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak
menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al
Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku
kepadanya!”
Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau
mencapai usia 62 tahun (enam puluh dua tahun). Jenazah beliau dikuburkan di
Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan
rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.
No comments:
Post a Comment